Selama ini kita hanya mengetahui penyebab influenza adalah virus. Namun ternyata bakteri juga berperan sebagai salah satu penyebab influenza. Dialah Haemophilus influenza yang pertama kali dijelaskan pada tahun 1892 oleh Richard Pfeiffer selama pandemi influenza.
Haemophilus influenzae hidup komensal pada nasopharyng manusia normal (anak dan dewasa) dan tidak pernah mencapai cavum oris serta belum pernah dilaporkan dapat hidup pada hewan.
Haemophilus influenzae yang sebelumnya disebut basil Pfeiffer merupakan bakteri gram negative, kokobasil, non motil, serta tidak membentuk spora. H.influenzae ini termasuk family Pasteurellaceae, umumnya hidup secara aerobik, tetapi dapat juga
tumbuh sebagai anaerob fakultatif.
H.influenzae memiliki serotype dan dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu unencapsulated strain (tidak berkapsul) dan encapsulated strain (berkapsul). Encapsulated strain diklasifikasikan berdasarkan antigen kapsuler yang berbeda, ada enam jenis encapsulated strain yang secara umum dikenali yaitu a,b,c,d,e,dan f. Sedangkan unencapsulated strain disebut nontypeable (NTHI) karena tidak memiliki antigen kapsuler.
Kapsul polisakarida tersebut (a-f) menyebabkan kuman resisten untuk difagosit dan dilisiskan oleh komplemen. Salah satu tipe kapsul tersebut yaitu Hib diketahui menjadi penyebab utama dari epiglotitis, pneumonia, bakteriemia,dan akut bacterial meningitis.
Unencapsulated Haemophilus influenzae memiliki daya invasive yang lemah, namun dapat juga menyebabkan penyakit seperti otitis media, konjungtivitis, dan sinusitis pada anak.
Umumnya H.influenzae yang hidup komensal adalah tipe NTHi (unencapsulated), namun encapsulated H.influenzae (Hib) dapat pula ditemukan pada saluran napas atas 3-7% manusia normal. Frekuensi infeksi H.influenzae meningkat pada pasien
dengan asplenia, anemia sel sabit, splenektomi, keganasan, serta anak di bawah 2 tahun tanpa vaksinasi.
Diagnosis H.influenzae secara laboratoris dapat dilakukan dengan kultur, latex particle agglutination, maupun PCR.
Spesimen diambil dari dari bagian tubuh yang steril dari kuman tersebut. Adanya H.influenzae pada sputum atau dari nasopharyng tidak mengindikasikan adanya infeksi H.influenzae sebab kuman tersebut dapat ditemukan pula pada manusia normal dengan spesimen tersebut.
Beda halnya apabila kuman H.influenzae ditemukan di LCS atau darah, hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat infeksi H.influenzae Haemophilus influenzae juga memiliki interaksi dengan Streptococcus pneumonia yang juga merupakan flora normal saluran nafas atas.
Pada salah satu penelitian in vitro dikemukakan bahwa S.pneumonia mendominasi pertumbuhan H.influenza dengan cara menghasilkan hidrogen peroksida dan mengurangi area tumbuh H.influenzae. Apabila H.influenzae bersama dengan S.pneumonia ditempatkan bersama pada cavum nasi selama 2 minggu, hanya H.influenzae saja yang akan bertahan hidup karena S.pneumonia yang mati akan mengirimkan sinyal kepada sistem imun host untuk memfagositnya.
Haemophilus influenzae dalam pertumbuhannya membutuhkan faktor X dan faktor V. Faktor X atau hemin merupakan substansi kompleks yang terdapat ikatan antara Fe dan porfirin. Secara spesifik, hemin adalah protoporfirin IX yang mengandung ion Fe dan clorida.
Sedangkan faktor V adalah nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) merupakan koenzim yang berperan dalam reaksi redox pada metabolisme sebagai pembawa elektron.
Kedua faktor pertumbuhan tersebut terdapat di dalam eritrosit. Di laboratorium kedua faktor tersebut didapatkan dengan cara memanaskan darah pada suhu 80OC, eritrosit melepaskan NAD dan hemin serta membuat media tersebut berwarna coklat sehingga disebut coklat agar.
Pertumbuhan H. influenzae umumnya dilakukan pada inkubasi CO2 5,5% dengan
suhu 37OC dan pH optimum 7,6 walaupun kuman tersebut dapat tumbuh pada suasana aerob dengan menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron final. Haemophilus influenzae juga dapat tumbuh pada zona hemolisis Staphylococcus aureus karena di zona tersebut terdapat factor X dan V yang dibutuhkannya untuk
tumbuh, sebaliknya H.influenzae tidak akan tumbuh diluar zona hemolisis S.aureus karena kurangnya nutrisi di zona tersebut.
Pustaka
Duta Indriawan, optimalisasi agar coklat darah manusia sebagai media uji sensitivitas antibiotik terhadap Haemophilus influenzae : peran pencucian eritrosit sebanyak empat kali, proposal Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum, PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN, FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS DIPONEGORO, Semarang, 2012
Haemophilus influenzae yang sebelumnya disebut basil Pfeiffer merupakan bakteri gram negative, kokobasil, non motil, serta tidak membentuk spora. H.influenzae ini termasuk family Pasteurellaceae, umumnya hidup secara aerobik, tetapi dapat juga
tumbuh sebagai anaerob fakultatif.
H.influenzae memiliki serotype dan dibedakan menjadi dua kategori utama yaitu unencapsulated strain (tidak berkapsul) dan encapsulated strain (berkapsul). Encapsulated strain diklasifikasikan berdasarkan antigen kapsuler yang berbeda, ada enam jenis encapsulated strain yang secara umum dikenali yaitu a,b,c,d,e,dan f. Sedangkan unencapsulated strain disebut nontypeable (NTHI) karena tidak memiliki antigen kapsuler.
Kapsul polisakarida tersebut (a-f) menyebabkan kuman resisten untuk difagosit dan dilisiskan oleh komplemen. Salah satu tipe kapsul tersebut yaitu Hib diketahui menjadi penyebab utama dari epiglotitis, pneumonia, bakteriemia,dan akut bacterial meningitis.
Unencapsulated Haemophilus influenzae memiliki daya invasive yang lemah, namun dapat juga menyebabkan penyakit seperti otitis media, konjungtivitis, dan sinusitis pada anak.
Umumnya H.influenzae yang hidup komensal adalah tipe NTHi (unencapsulated), namun encapsulated H.influenzae (Hib) dapat pula ditemukan pada saluran napas atas 3-7% manusia normal. Frekuensi infeksi H.influenzae meningkat pada pasien
dengan asplenia, anemia sel sabit, splenektomi, keganasan, serta anak di bawah 2 tahun tanpa vaksinasi.
Diagnosis H.influenzae secara laboratoris dapat dilakukan dengan kultur, latex particle agglutination, maupun PCR.
Spesimen diambil dari dari bagian tubuh yang steril dari kuman tersebut. Adanya H.influenzae pada sputum atau dari nasopharyng tidak mengindikasikan adanya infeksi H.influenzae sebab kuman tersebut dapat ditemukan pula pada manusia normal dengan spesimen tersebut.
Beda halnya apabila kuman H.influenzae ditemukan di LCS atau darah, hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat infeksi H.influenzae Haemophilus influenzae juga memiliki interaksi dengan Streptococcus pneumonia yang juga merupakan flora normal saluran nafas atas.
Pada salah satu penelitian in vitro dikemukakan bahwa S.pneumonia mendominasi pertumbuhan H.influenza dengan cara menghasilkan hidrogen peroksida dan mengurangi area tumbuh H.influenzae. Apabila H.influenzae bersama dengan S.pneumonia ditempatkan bersama pada cavum nasi selama 2 minggu, hanya H.influenzae saja yang akan bertahan hidup karena S.pneumonia yang mati akan mengirimkan sinyal kepada sistem imun host untuk memfagositnya.
Haemophilus influenzae dalam pertumbuhannya membutuhkan faktor X dan faktor V. Faktor X atau hemin merupakan substansi kompleks yang terdapat ikatan antara Fe dan porfirin. Secara spesifik, hemin adalah protoporfirin IX yang mengandung ion Fe dan clorida.
Sedangkan faktor V adalah nicotinamide adenine dinucleotide (NAD) merupakan koenzim yang berperan dalam reaksi redox pada metabolisme sebagai pembawa elektron.
Kedua faktor pertumbuhan tersebut terdapat di dalam eritrosit. Di laboratorium kedua faktor tersebut didapatkan dengan cara memanaskan darah pada suhu 80OC, eritrosit melepaskan NAD dan hemin serta membuat media tersebut berwarna coklat sehingga disebut coklat agar.
Pertumbuhan H. influenzae umumnya dilakukan pada inkubasi CO2 5,5% dengan
suhu 37OC dan pH optimum 7,6 walaupun kuman tersebut dapat tumbuh pada suasana aerob dengan menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron final. Haemophilus influenzae juga dapat tumbuh pada zona hemolisis Staphylococcus aureus karena di zona tersebut terdapat factor X dan V yang dibutuhkannya untuk
tumbuh, sebaliknya H.influenzae tidak akan tumbuh diluar zona hemolisis S.aureus karena kurangnya nutrisi di zona tersebut.
Pustaka
Duta Indriawan, optimalisasi agar coklat darah manusia sebagai media uji sensitivitas antibiotik terhadap Haemophilus influenzae : peran pencucian eritrosit sebanyak empat kali, proposal Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1 kedokteran umum, PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN, FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS DIPONEGORO, Semarang, 2012
Apakah bakteri ini juga yang menyebabkan radang tenggorokan dengan gejala sakit saat menelan yang ujung-ujungnya jadi terkena flu?
ReplyDelete