Pemeriksaan serologik sering dilakukan sebagai upaya menegakkan diagnosis. Walaupun saat ini pemeriksaan serologik tidak terbatas pada penyakit infeksi, namun untuk menunjang diagnosis penyakit infeksi memang hal yang sering dilkukan. memungkinkan dilakukannya pengamatan secara in vitro terhadap perubahan kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab). Pengujian tersebut berdasar pada proses presipitasi atau aglutinasi atau aktivasi komplemen yang diakibatkan oleh perubahan status fisik kompleks.
Reaksi antigen-antibodi secara in vitro dapat dimanfaatkan untuk:
1. Identifikasi antigen
Apabila antigen tidak diketahui, misal :
a. Reaksi presipitin untuk mengklasifikasi grup streptokokus
b. Reaksi aglutinasi untuk mengklasifikasi serotipe salmonella, shigella
c. Reaksi presipitin untuk mengidentifikasi antigen variola pada lesi smallpox
2. Deteksi kuantitasi antibodi yang disekresi pada serum, air susu, dan cairan tubuh lainnya. Pada kasus ini antibodi tidak diketahui. Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk:
a. Menilai imunitas terhadap rubella, mumps, poliomyelitis
b. Menilai prevalensi infeksi oleh mikroorganisme dalam suatu komunitas atau survei serologik pada kelompok umur
c. Mendeteksi jaringan yang diinvasi suatu mikroorganisme, mis: Haemophilus influenza pada bronkitis kronis atau antibodi E. coli pada infeksi traktus urinarius.
d. Mendiagnosa penyakit, misalnya: brucellosis, tifoid, VD, DHF, dsb
Pada pemeriksaan terhadap spesimen serum tunggal, konklusi yang dapat dibuat sangat terbatas, mengingat bahwa banyak kasus antibodi dapat distimulasi setiap saat, tidak selalu berkaitan dengan penyakit yang sedang terjadi.
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan tehadap 2 sera, satu dikoleksi pada saat penyakit timbul, dan yang lain 10-14 hari brikutnya. Kenaikan titer antibodi spesifik sampai 4 kali lipat spesimen uji, merupakan indikasi signifikan yang menunjukkan bahwa sedang terjadi infeksi aktif.
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada uji serologi
1. serum kontrol: dalam hal ini harus diperhatikan beberapa sifat serum kontrol
- sifat antikomplementer
- tidak memiliki inhibitor spesifik
- tidak toksik terhadap kultur sel
- memiliki aglutinin
- dapat menghasilkan presipitat non spesifik
2. Kontrol antigen: antigen yang digunakan harus memiliki aktivitas tinggi. Antigen dapat bersifat antikomplementer, oto-aglutinasi, dan mungkin terkontaminasi, hal-hal tersebut dapat berpengaruhpada pengujian.
3. Kontrol pelarut: pelarut yang digunakan ada kemungkinan terkontaminasi, hal ini dapat menyebabkan terjadi perubahan pH, efek toksisk, dsb.
4. Antisera standar: antigen cenderung tidak stabil pada penyimpanan dibanding sera, kontrol uji untuk standar sera negatif dan standar sera positif yang telah diketahui titernya
REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI YANG DIGUNAKAN PADA SEROLOGI DIAGNOSTIK
1. Uji Presipitasi
Presipitasi terjadi antara molekul Ab dan Ag pada bentuk solubel. Pada pengujian ini antigen berbentuk koloidal. Laju presipitasi sangat tergantung pada proporsi antigen dan antibodi pada campuran. Terdapat beberapa cara pengujian pada metode presipitasi, yakni:
a. Uji tabung
Dengan mencampur pada tabung, masukkan dilusi antigen atau antibodi dengan jumlah tertentu. Dilusi dilakukan dari konsentrasi tinggi (tabung pertama) sampai konsentrasi terendah (tabung terakhir). Presipitat timbul pada tabung yang mengandung Ag dan Ab secara proporsional.
b. Presipitasi Cincin
Antigen dilapiskan pada serum (antibodi), terjadi difusi setelah mencapai ikatan proporsional dengan antibodi akan menghasilkan presipitasi berbentuk cincin.
c. Difusi Gel
Pada pengujian ini memungkinkan antigen dan antubodi berdifusi perlahan dari arah tertentu melalui gel. Pada cara ini homogenitas dan derajat kemurnian dari berbagai antigen dapat diuji. Pita presipitasi terbentuk pada setiap antigen dapat saling bertemu, atau bersilangan menunjukkan:
- bersambungan, antigen identik secara imunologik (terhadap serum uji)
- bercabang, antigen berhubungan sebagian
- bersilangan, menunjukkan antigen tidak berhubungan
· Metode difusi tunggal
Di sini anti serum dalam agar semi solid, zona buffer dari agar dan antigen terpisah secara vertikal dalam tabung. Garis presipitasi terbentuk dalam zona buffer.
· Metode difusi ganda
Agar dituang pada plat. Di bagian tengah diisi antigen atau antiserum sedangkan sera atau ekstrak di bagian tepi. Pita presipitasi terbentuk dalam gel pada posisi Ag dan Ab mencapai proporsi optimal setelah berdifusi. Dapat dimodifikasi dengan uji mikrodilusi menggunakan obyek gelas
· Immunoelektroforesis
Jika terdapat sejumlah Ag dalam larutan seperti serum, sulit memisahkan pita presipitasi yang timbul pada setiap reaksi Ab-Ag, bila hanya menggunakan cara difusi di atas. Komponen serum dipisahkan dengan elektroforesis dalam agar gel dan antiserum dibiarkan berdifusi melalui komponen yang dihasilkan pada pita-pita yang terbentuk.
· Elektroforesis "roket"
Merupakan metode kuantitatif, dilakukan elektroforesis antigen ke dalam gel yang telah mengandung antibodi. Presipitasi yang terjadi berbentuk roket, panjang masing-masing roket menunjukkan konsentrasi antigen.
· Immunodifusi radial tunggal
Antiserum monospesifik ditambahkan ke dalam gel, kemudian dituang pada slide petridisk atau lempeng plastik. Dibuat lubang gel, larutan antigen dimasukkan pada lubang. Terjadi difusi sehingga terbentuk zona sirkuler yang menunjukkan jarak proporsional dengan jumlah antigen yang ditambahkan pada setiap lubang. Kuantitasi antigen yang diperiksa diketahui dari perbandingan cincin presipitasi dibandingkan dengan cincin presipitasi kontrol.
2. Uji aglutinasi
Digunakan untuk antigen berukuran besar, pada reaksi ini antibodi dikontakkan dengan antigen yang merupakan bagian permukaan suatu material misalnya eritrosit, mikroorganisme atau partikel anorganik (polystyrenelatex) yang telah dicoated dengan Ag. Reaksi Ab-Ag membentuk agregat yang dapat diamati atau aglutinasi.
3. Uji Litik
Uji ini tergantung pada proses lisis dari darah atau bakteri dari suatu sistem yang mengandung antigen, direaksikan dengan antibodi dan komplemen. Antigen yang digunakan berupa :
a. Sel (uji litik langsung)
b. Bahan yang diadsorbsikan pada eritrosit atau lekosit (uji litik tidak langsung)
4. Serological Inhibition Test
Untuk mendeteksi netralisasi antigen dan antibodi dengan mendemonstrasikan hambatan pada reaksi tertentu yang secara normal terjadi pada antigen atau organisme.
Aplikasi:
- Deteksi antistreptolisin O
- Animal protection test
- Viral haemagglutination inhibition
- Viral neutralization test menggunakan CPE pada kultur
5. Immunoflourescence
Cat flourescence atau rhodamin diikatkan pada antibodi tanpa merusak spesifitasnya. Suatu konjugat dikombinasi dengan antigen (misalnya potongan jaringan) dan diikat oleh antibodi akan tampak dengan mikroskop UV, distribusi Ag pada jaringan atau sel
6. Skin Test
Memanfaatkan reaksi kulit sebagai indikator sistem. Ada dua cara:
· Pasif, bila antigen dan serum diinokulasikan, misalnya menguji toksin-antitoksin
· Aktif, bila status immunologik diuji
Skin test digunakan untuk mengetahui adanya:
- Antibodi terhadap bakteri
- Reaksi alergi
7. Antigen Binding Techniques
Metode ini digunakan untuk mengethui level antibodi dengan menentukan kapasitas antiserum dalam kompleks dengan antigen radioaktif, atau dengan mengukur jumlah immunoglobulin yang mengikat larutan antigen yang diberikan. Ada dua macam cara pada metode ini:
- Radioimmunoassay
- Teknik sandwich
0 Post a Comment:
إرسال تعليق