الأحد، 30 أكتوبر 2011

Analisa Lipida

Ilustrasi : robertatatavitto.wordpress.com

Analisa Lipida

Lipid dikenal oleh masyarakat awam sebagai minyak (organik, bukan minyak mineral atau minyak bumi), lemak, dan lilin. Istilah "lipid" mengacu pada golongan senyawa hidrokarbon alifatik nonpolar dan hidrofob yang esensial dalam menyusun struktur dan menjalankan fungsi sel hidup. Karena nonpolar, lipida tidak larut dalam pelarut polar, seperti air atau alkohol, tetapi larut dalam pelarut nonpolar, seperti eter atau kloroform.
Lipida banyak dijumpai di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti lipid yang dikandung minyak kelapa dan lain sebagainya. Penting bagi kita untuk mengetahui tentang Lipida dan beberapa hal tentangnya.
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui bahwa lipida dapat membentuk noda semi transparan pada kertas, mengetahui kelarutan lipida pada pelerut tertentu, dan dapat mengetahui terjadinya pembentukan emulsi dari minyak



II. TINJAUAN PUSTAKA
Lipida, baik lemak atau minyak dapat membentuk noda translucent, sehingga kertas tulis yang tidak tembus pandang menjadi semi transparan. Noda yang terbentuk biasanya semakin melebar setelah disirami air dan dikeringkan.
Lipida, pada umumnya tidak larut dalam air tetapi sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, aseton, benzena atau pelarut non polar lainnya. Minyak dalam air akan membentuk emulsi yang tidak stabil, karena bila dibiarkan, maka kedua caiaran akan terpisah menjadi dua lapisan. Sebailknya minyak dalam soda (Na2CO3) akan membentuk emulsi yang stabil karena asam lemak yang bebas dalam larutan bereaksi membentuk sabun
Emulsi adalah dispersi atau suspensi metastabil suatu cairan lain yang kedua tidak saling melarutkan. Supaya terbentuk emulsi yang stabil diperlukan suatu zat pengemulsi yang disebut emulsifier atau emulsifying agent yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase cairan. Cara kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air.Emulsifier akan membentuk lapisan di sekeliling minyak sebagai akibat menurunnya tegangan permukaan, sehingga mengurangi kemungkinan bersatunya butir-butir minyak satu sama lainnya. Bahan emulsifier dapat berupa : protein, gum, sabun, atau garam empedu.

III. MOTODOLOGI
Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah menggunakan alat-alat, bahan-bahan, dan prosedur sebagai berikut :
-Alat :
1. Tabung Reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet ukur, pipet tetes
-Bahan
1. Minyak Kelapa
2. Campuran alkohol-eter (2:1)
3. Kertas Tulis yang tidak tembus pandang
4. Kertas saring
5. Alkohol 96 %
6. Kloroform
7. Eter
8. Akudestilata
9. Larutan Na2CO3 0.5 %
10. Larutan Sabun
11. Larutan Protein 2 %
12. Larutan empedu encer

-Prosedur I (Uji Noda)
1. Masukkan 2 mL campuran alkohol-eter ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering
2. Tambahkan 10 tetes minyak kelapa dan kocok kuat-kuat sampai semua bahan larut
3. Teteskan campuran tersebut pada kertas saring dan kertas tulis. Biarkan pelarut menguap dan lihat noda yangt terbentuk
4. Cuci nodanya dengan air dan keringkan kembali kertasnya dan perhatikan nodanya kembali
-Prosedur II (Uji Kelarutan Lipida)
1. Siapkan 5 buah tabung reaksi yang bersih dan kering. Berturut-turut isilah dengan akuadestilata, alkohol 96 %, eter, kloroform, dan larutan Na2CO3 0.5 % sebanyak 1 mL
2. Tambahkan pada setiap tabung 5 tetes minyak kelapa.
3. Kocok sampai homogen, lalu biarkan beberapa saat, dan amati sifat kelarutannya.
-Prosedur III (Uji Pembentukan Emulsi)
1. Siapkan 5 tabung reaksi yang bersih dan kering.
2. Masukkan ke dalam setiap tabung 5 tetes minyak kelapa
3. Tambahkan pada tabung 1 akuadestilata sebanyak 2 mL, pada tabung tabung 2 akuadestilata 2 mL dan 5 tetes Na2CO3 0.5 %, pada tabung 3 akuadestilata 2 mL dan 5 tetes larutan sabun, pada tabung 4 larutan protein sebanyak 2 mL, tabung 5 larutan empedu encer sebanyak 2 mL.
4. Kocoklah setiap tabung dengan kuat, lalau biarkan beberapa saat
5. Amati terjadinya pembentukan emulsi





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Noda
Tabel 1. Hasil Uji Noda
Bahan Uji Noda Sebelum dicuci Noda setelah dicuci
Kertas saring Kertas tulis Kertas saring Kertas tulis
Minyak Kelapa Tebentuk noda semi transparan Tebentuk noda semi transparan Tebentuk noda semi transparan Tebentuk noda semi transparan
Noda semi transparan yang terbentuk merupakan noda translucent. Noda yang terbentuk pada kedua kertas uji biasanya akan mengalami pelebaran setelah disirami air dan dikeringkan. Namun, pengamat tidak menemukan hal tersebut.
Uji Kelarutan Lipida
Tabel 2. Hasil Uji Kelarutan Lipida
Bahan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4 Tabung 5
Akuadestilata 1 mL -- -- -- --
Alkohol 96 % -- 1 mL -- -- --
Eter -- -- 1 mL -- --
Kloroform -- -- -- 1 mL --
Na2CO3 0.5 % -- -- -- -- 1 mL
Minyak Kelapa 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes
Hasil Tidak Larut Terbentuk emulsi Larut Larut Terbentuk emulsi
Lipida larut pada eter dan kloroform karena keduanya adalah pelarut organik. Sedangkan pada alkohol 96 % terbentuk emulsi dan larutan tampak sedikit larut. Pada akuadestilata dan Na2CO3 0.5 % larut dan terbentuk emulsi, dan pada Na2CO3 0.5 % emulsi tampak lebih stabil, karena asam lemak pada minyak kelapa yang lepas bereaksi dengan soda membentuk sabun, dibandingkan dengan emulsi yang terbentuk antara akuadestilata dan minyak kelapa (lipid).



Uji Pembentukan Emulsi
Tabel 3. Hasil Uji Pembentukan Emulsi
Bahan Tabung 1 Tabung 2 Tabung 3 Tabung 4 Tabung 5
Minyak Kelapa 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes 5 tetes
Akuadestilata 2 mL 2 mL 2 mL -- --
Na2CO3 0.5 % -- 5 tetes -- -- --
Larutan Sabun -- -- 5 tetes -- --
Larutan Protein -- -- -- 2 mL --
Larutan Empedu -- -- -- -- 2 mL
Hasil Tidak Larut Tidak Larut Terbentuk emulsi Tidak Larut Tidak larut dan terbentuk emulsi

V. KESIMPULAN

1. Pada lipida yang terkadung di minyak kelapa dapat membentuk noda semi transparan pada kertas.
2. Lipida larut pada ester dan kloroform. Sedangkan, pada akuadestilata, Na2CO3 0.5 % dan alkohol 96 % tidak larut. Pada Na2CO3 0.5 % dan alkohol terbentuk emulsi.
3. Lipda tidak larut pada akuadestilata, Na2CO3 0.5 %, larutan sabun, larutan protein, larutan empadu dan terbentuk emulsi hanya pada larutan sabun dan larutan empedu.


DAFTAR PUSTAKA
Jalip, I.S. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Organik. Laboratorium Kimia Fakultas Biologi Universitas Nasional. Jakarta.
Robinson, Trevor. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung

Sebab terjadinya khilaf atau perselisihan para ulama

Al-Khilaf (perselisihan pendapat) dalam perkara agama memang jamak terjadi bahkan di kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sekalipun. Namun demikian hal itu berbeda dengan yang selama ini dipahami banyak orang yang justru menjauh dari upaya mencari kebenaran dengan dalih “ini adalah masalah khilafiyah”.

Al-khilaf (perselisihan pendapat) di antara manusia adalah perkara yang sangat mungkin terjadi. Yang demikian karena kemampuan, pemahaman, wawasan dan keinginan mereka berbeda-beda. Namun perselisihan masih dalam batas wajar manakala muncul karena sebab yang masuk akal, yang bukan bersumber dari hawa nafsu atau fanatik buta dengan sebuah pendapat. Meski kita memaklumi kenyataan ini, namun (perlu diingat bahwa) perselisihan pada umumnya bisa menyeret kepada kejelekan dan perpecahan. Oleh karena itu, salah satu tujuan dari syariat Islam yang mudah ini adalah berusaha mempersatukan persepsi umat dan mencegah terjadinya perselisihan yang tercela. Tetapi, karena perselisihan merupakan realita yang tidak bisa dihindarkan dan merupakan tabiat manusia, Islam telah meletakkan kaidah-kaidah dalam menyikapi masalah yang diperselisihkan, berikut orang-orang yang berselisih, serta mencari cara yang tepat untuk bisa sampai kepada kebenaran yang seyogianya hal ini menjadi tujuan masing-masing pribadi. Para salaf (generasi awal) umat Islam telah terbukti sangat menjaga adab di saat khilaf, sehingga tidak menimbulkan perkara yang jelek, karena mereka selalu komitmen dengan adab-adab khilaf. (Kata pengantar Dr. Mani’ bin Hammad Al-Juhani terhadap kitab Adabul Khilaf hal. 5)


Macam-macam Khilaf

Adapun macam khilaf adalah sebagai berikut.

1. Ikhtilaf tanawwu’. Yaitu suatu istilah mengenai beragam pendapat yang bermacam-macam namun semuanya tertuju kepada maksud yang sama, di mana salah satu pendapat tidak bisa dikatakan bertentangan dengan yang lainnya. Semisal perbedaan ahli tafsir dalam menafsirkan Ash-Shirath Al-Mustaqim dalam surat Al-Fatihah. Ada yang menafsirkannya dengan Al-Qur`an, Islam, As-Sunnah, dan Al-Jama’ah. Semua pendapat ini benar dan tidak bertentangan maksudnya.
Demikian pula orang yang membaca tasyahhud dengan yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, dia memandang bolehnya membaca tasyahhud yang lain seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan lainnya. Perbedaan yang seperti ini tidak tercela. Namun bisa menjadi tercela manakala perbedaan seperti ini dijadikan sebab atau alat untuk menzalimi orang lain.

2. Ikhtilaf tadhad. Yaitu suatu ungkapan tentang pendapat-pendapat yang bertentangan di mana masing-masing pendapat orang yang berselisih itu berlawanan dengan yang lainnya, salah satunya bisa dihukumi sebagai pendapat yang salah. Misalnya dalam satu perkara, ada ulama yang mengatakan haram dan ulama yang lain mengatakan halal.
Dalam perselisihan semacam ini tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil pendapat tersebut menurut keinginan (hawa nafsu)nya, tanpa melihat akar masalah yang diperselisihkan dan pendapat yang dikuatkan oleh dalil.

3. Ikhtilaf afham. Yaitu perbedaan dalam memahami suatu nash. Hal ini boleh namun dengan beberapa syarat di antaranya: Ia harus berpijak di atas jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah, tidak banyak menyelisihi apa yang Ahlus Sunnah di atasnya, kembali kepada yang haq ketika terbukti salah, dan hendaknya ia termasuk orang yang telah memiliki kemampuan untuk berijtihad.
(Hujajul Aslaf, Abu Abdirrahman dan Al-Qaulul Hasan fi Ma’rifatil Fitan, Muhammad Al-Imam)

Penyebab Perbedaan Pendapat di antara Ulama

Suatu hal yang telah kita ketahui bersama bahwa tidak ada seorang ulama pun –yang tepercaya keilmuan, amanah, dan ketaatannya– sengaja menyelisihi apa yang ditunjukkan oleh dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah. Karena orang yang sejatinya alim, niscaya yang menjadi penunjuk jalannya adalah kebenaran. Namun para ulama bisa saja terjatuh ke dalam kesalahan saat menyebutkan suatu hukum syariat. Kesalahan pasti bisa terjadi, karena manusia pada dasarnya lemah ilmu dan pemahamannya. Pengetahuannya pun terbatas, tidak bisa meliputi seluruh perkara.

Sebab terjadinya perselisihan pendapat di kalangan ulama dalam suatu hukum sendiri di antaranya sebagai berikut:

1. Karena dalil belum sampai kepadanya.
Hal ini tidak hanya terjadi setelah zaman para sahabat. Bahkan di zaman mereka pun pernah terjadi. Seperti tersebut dalam Shahih Al-Bukhari bahwa Amirul Mukminin ‘Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu melakukan safar menuju Syam. Di tengah perjalanan dikabarkan kepadanya bahwa di Syam tengah terjadi wabah tha’un. ‘Umar menghentikan perjalanannya dan bermusyawarah dengan para sahabat. Mereka berselisih pendapat. Ada yang mengusulkan untuk pulang dan ada yang berpendapat terus melanjutkan. Ketika mereka tengah bermusyawarah, datang Abdurrahman bin ‘Auf yang tadinya tidak ikut musyawarah karena ada suatu keperluan. Abdurrahman mengatakan: “Saya memiliki ilmu tentang ini. Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ فِي أَرْضٍ فَلاَ تَقْدُمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ وَأَنْتُمْ فِيْهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ
“Jika kalian mendengar di suatu negeri ada tha’un maka janganlah kalian memasukinya. Dan jika terjadi di tempat yang kalian ada di sana maka janganlah keluar (dari daerah tersebut, red.) untuk lari darinya.” (Lihat Shahih Al-Bukhari no. 5729)
2. Adakalanya hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia belum percaya (penuh) kepada yang membawa beritanya. Dia memandang bahwa hadits itu bertentangan dengan yang lebih kuat darinya. Sehingga dia mengambil dalil yang menurutnya lebih kuat.
3. Hadits telah sampai kepada seorang alim namun dia lupa.
4. Dalil telah sampai kepadanya namun ia memahaminya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Misalnya kalimat “أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاء" artinya: Atau kalian menyentuh perempuan, dalam surat Al-Ma`idah ayat 6. Sebagian ulama mengatakan bahwa sekadar seorang lelaki menyentuh perempuan batal wudhunya. Sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menyentuh di sini adalah jima’ (bersetubuh) sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Pendapat inilah yang benar, dengan landasan adanya riwayat bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya lalu berangkat menuju shalat dan tidak berwudhu.
5. Telah sampai dalil kepadanya dan dia sudah memahaminya, namun hukum yang ada padanya telah mansukh (dihapus) dengan dalil lain yang menghapusnya. Sementara dia belum tahu adanya dalil yang menghapusnya.
6. Telah datang kepadanya dalil namun ia meyakini bahwa dalil itu ditentang oleh dalil yang lebih kuat darinya, dari nash Al-Qur`an, hadits, atau ijma’ (kesepakatan ulama).
7. Terkadang sebabnya karena seorang alim mengambil hadits yang dhaif (lemah) atau mengambil suatu pendalilan yang tidak kuat dari suatu dalil.
(Diringkas dari risalah Al-Khilaf Bainal Ulama, Asbabuhu wa Mauqifuna minhu bersama Kitabul Ilmi karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullahu)

Sikap Kita terhadap Perselisihan yang Ada

Perlu diketahui bahwa yang dimaksud dengan khilaf yang memiliki bobot dan dianggap adalah perbedaan pendapat ulama yang tepercaya secara keilmuan dan ketaatannya. Bukan mereka yang dianggap atau mengaku ulama namun sebenarnya bukan ulama. Bukan pula khilaf antara ahlul bid’ah seperti Khawarij, Syi’ah, dan lainnya dengan Ahlus Sunnah. Sikap kita terhadap perselisihan ulama adalah:

1. Kita yakin bahwa khilaf mereka bukan karena menyengaja menentang dalil, namun karena sebab-sebab yang sudah kita sebutkan di atas serta sebab lain yang belum disebutkan.
2. Kita mengikuti pendapat yang lebih kuat dari sisi dalil. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala tidaklah mewajibkan untuk mengikuti ucapan seseorang kecuali hanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik jiwa ini menyukainya atau tidak. Adapun selain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak ada jaminan terbebas dari kesalahan. Sehingga apa yang sesuai dengan hujjah dari pendapat mereka, itulah yang kita ambil dan ikuti. Sedangkan yang tidak sesuai dengan hujjah maka kita tinggalkan. Sebagaimana wasiat para imam untuk meninggalkan pendapat mereka yang menyelisihi dalil. Di sisi lain, meski kita dapatkan dari mereka adanya pendapat yang salah, ini bukanlah suatu celah untuk menjatuhkan mereka. Usaha untuk sampai kepada kebenaran telah mereka tempuh, namun mereka belum diberi taufiq untuk mendapatkannya. Jika mereka salah dengan pendapatnya –setelah usaha maksimal– maka tidak ada celaan atas mereka. Bahkan mereka mendapatkan satu pahala. Semestinya tertanam dalam jiwa kita sikap hormat dan memuliakan para ulama serta mendoakan rahmat dan ampunan bagi mereka. (Lihat Kitabul 'Ilmi karya Asy-Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullahu)

Bolehkah Mengingkari Pihak Lain dalam Permasalahan yang Sifatnya Khilafiyah?

Ada dua hal yang harus dibedakan yaitu, masalah-masalah khilafiyah dan masalah-masalah ijtihadiyah.
Masalah khilafiyah lebih umum sifatnya daripada masalah ijtihadiyah. Karena masalah khilafiyah (perbedaan pendapat) ada yang sifatnya bertentangan dengan dalil dari Al-Qur`an, hadits, atau ijma’. Permasalahan khilafiyah yang seperti ini harus diingkari.
Berbeda dengan permasalahan ijtihadiyah yang memang tidak ada nash atau dalil dalam permasalahan tersebut. Dalam masalah ijtihadiyah (yakni yang muncul karena ijtihad pada masalah yang memang diperkenankan berijtihad padanya), seseorang memiliki keluasan padanya. Manakala dia mengambil suatu pendapat yang ia pandang lebih kuat, maka yang menyelisihinya tidak boleh mencela.
Sebagai misal dalam masalah khilafiyah -untuk membedakan antara keduanya- adalah pendapat sebagian ulama yang membolehkan pernikahan tanpa wali nikah. Pendapat ini salah karena bertentangan dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لَا نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
“Tidak ada nikah kecuali dengan wali.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menshahihkannya dalam Al-Irwa` no. 1839)
Ini dinamakan masalah khilafiyah.
Adapun contoh masalah ijtihadiyah seperti bersedekap atau meluruskan tangan setelah bangkit dari ruku’, di mana tidak ada nash yang sharih (jelas) yang menunjukkan posisi tangan setelah ruku’. Wallahu a’lam.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu menyatakan: “Ucapan mereka (sebagian orang) bahwa masalah-masalah khilafiyah tidak boleh diingkari, ini tidaklah benar. Karena pengingkaran adakalanya tertuju kepada ucapan atau pendapat, fatwa, atau amalan. Adapun yang pertama, jika suatu pendapat menyelisihi sunnah atau ijma’ yang telah menyebar maka wajib untuk diingkari menurut kesepakatan (ulama). Meskipun pengingkaran tidak secara langsung, namun menjelaskan lemahnya pendapat ini dan penyelisihannya terhadap dalil juga merupakan bentuk pengingkaran. Adapun masalah amalan jika ia menyelisihi sunnah atau ijma’ maka wajib diingkari sesuai dengan derajat pengingkaran. Bagaimana seorang ahli fiqih mengatakan bahwa tidak ada pengingkaran pada masalah yang diperselisihkan, padahal ulama dari semua golongan telah menyatakan secara tegas batalnya keputusan hakim jika menyelisihi Al-Qur`an atau As-Sunnah, meskipun keputusan tadi telah mengikuti atau mencocoki pendapat sebagian ulama?! Adapun bila dalam suatu permasalahan tidak ada dalil dari As-Sunnah atau ijma’ dan ada jalan (bagi ulama) untuk berijtihad dalam hal ini, (maka benar) tidak boleh diingkari orang yang mengamalkannya, baik dia seorang mujtahid atau yang mengikutinya….” (I’lamul Muwaqqi’in, 3/252)
Permasalahan ijtihadiyah jangan sampai menjadi sebab perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin, seberapapun besarnya permasalahan. Karena jika demikian, kaum muslimin justru akan bercerai berai, tidak punya kekuatan dan menjadi permainan setan dari kalangan jin dan manusia, serta menjadi umpan yang empuk bagi para musuh Islam. Sebagian orang tidak memerhatikan jenis ikhtilaf yang seperti ini, sehingga mereka menyangka bahwa setiap permasalahan yang diperselisihkan oleh ulama dijadikan dasar untuk memberikan loyalitas karenanya atau memusuhi yang menyelisihinya. Sikap yang seperti ini akan memicu berbagai kerusakan dan kebencian yang hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahuinya. Hendaklah semboyan kita dalam permasalahan seperti ini adalah berlapang dada, yang mana salafus shalih berlapang dada padanya. Adalah Al-Imam Ahmad rahimahullahu berpendapat keharusan berwudhu karena keluar darah dari hidung dan karena berbekam. Maka Al-Imam Ahmad ditanya: “Bagaimana jika seorang imam shalat lalu keluar darinya darah dan tidak berwudhu, apakah anda bermakmum di belakangnya?” Beliau menjawab: “Bagaimana saya tidak mau shalat di belakang Al-Imam Malik dan Sa’id bin Musayyib?!” Yakni bahwa Al-Imam Malik dan Sa’id rahimahumallah berpendapat tidak wajibnya berwudhu karena keluar darah. (Adabul Khilaf, Hujajul Aslaf dan Al-Qawa'id Al-Fiqhiyah)

Dianjurkan untuk Keluar dari Lingkup Perselisihan
Ulama fiqih menyebutkan suatu kaidah yang penting yang seyogianya dijadikan pegangan yaitu:
يُسْتَحَبُّ الْخُرُوْجُ مِنَ الْخِلاَفِ
“Dianjurkan untuk keluar dari perselisihan.”
Puncak yang dicapai dari kaidah ini adalah kehati-hatian dalam beragama dan menumbuhkan sikap saling mencintai serta menyatukan hati, dengan cara melepaskan diri dari perselisihan pada perkara yang kemudaratannya ringan. Apabila meninggalkan sebagian hal yang disunnahkan akan menyampaikan kepada maslahat yang lebih dominan dan menutup pintu khilaf, maka perkara sunnah ditinggalkan.
Sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan rencana untuk memugar Ka’bah dan menjadikannya dua pintu. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang bahwa membiarkan Ka’bah seperti itu lebih besar maslahatnya, di mana banyak orang Quraisy yang baru masuk Islam dikhawatirkan akan punya anggapan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menghormati kesucian Ka’bah. Dikhawatirkan nantinya mereka bisa murtad dari agama karenanya.
Demikian pula sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhumengingkari Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu di saat ia shalat dengan tetap seperti ketika bermukim (tidak qashar) dalam bepergian. Namun Ibnu Mas’ud tetap shalat di belakang ‘Utsman dengan tidak meng-qashar dan mengikuti khalifah. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Perselisihan itu jelek.”
Oleh karena itu sejak dahulu ulama telah sepakat tentang sahnya shalat orang yang bermazhab Syafi’i di belakang orang yang bermazhab Hanafi. Demikian pula sebaliknya, sekalipun mereka berselisih tentang batal atau tidaknya wudhu seseorang bila menyentuh perempuan.
Kemudian yang perlu diperhatikan, dalam perkara yang diperselisihkan keharamannya maka jalan keluarnya adalah dengan meninggalkannya. Sedangkan perkara yang diperselisihkan tentang wajibnya maka jalan keluarnya adalah dengan dikerjakan.
Namun tingkatan untuk dianjurkan keluar dari area khilaf berbeda-beda sesuai dengan kuat atau lemahnya dalil. Yang menjadi ukuran adalah kuatnya dalil yang menyelisihi. Jika dalil yang menyelisihi lemah maka tidak dianggap, terlebih jika menjaga kaidah ini (karena dalil yang lemah) bisa menyampaikan kepada meninggalkan sunnah yang telah kuat.
Sebagai misal, bila ada yang mengatakan bahwa mengangkat tangan dalam shalat menjadikan batal shalatnya. Pendapat seperti ini tidak perlu dihiraukan karena bertentangan dengan hadits-hadits yang kuat dalam permasalahan ini.
Kemudian juga yang perlu diperhatikan bahwa jangan sampai karena menjaga kaidah ini kita menyelisihi ijma’. Jadi untuk bisa dijalankan kaidah tadi adalah dengan melihat kuatnya dalil orang yang khilafnya teranggap. Adapun bila khilafnya jauh dari dalil syariat atau merupakan suatu pendapat yang ganjil maka tidak dianggap. Orang yang pengambilan dalilnya kuat maka khilafnya dianggap meskipun derajatnya di bawah orang yang diselisihinya. (Diringkas dari Al-Qawa'id Al-Fiqhiyyah karya Ali Ahmad An-Nadawi dari hal. 336-342)

Adab yang harus Diperhatikan untuk Mengobati Perselisihan yang Terjadi di Antara Ahlus Sunnah
Pertama: Niatan yang tulus dan ingin mencari kebenaran. Seorang penuntut ilmu seharusnya bersikap obyektif. Ini mudah secara teori namun susah dalam praktik. Karena tidak sedikit orang yang lahiriahnya seolah menyeru kepada kebenaran, padahal sejatinya dia sedang mengajak kepada dirinya atau membela dirinya dan syaikhnya. Mungkin hal ini yang menjadikan sebagian orang ketika membantah dan berdiskusi tidak bisa ilmiah, namun semata ingin menjatuhkan lawannya (yang menyelisihinya) dengan mengangkat masalah pribadi dan menggunakan bahasa celaan. Hendaklah masing-masing menjadikan Al-Qur`an dan hadits sebagai hakim yang memutuskan di antara mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59)
Kedua: Bertanya kepada ulama Ahlus Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.” (Al-Anbiya`: 7)
Ketiga: Menghindarkan perselisihan beserta penyulutnya semampu mungkin.
Hal ini bisa terwujudkan dengan:
1. Berbaik sangka terhadap ulama dan para penuntut ilmu serta mengutamakan ukhuwah Islamiah di atas segala kepentingan.
2. Apa yang dinyatakan/keluar dari mereka atau disandarkan kepada mereka dibawa kepada kemungkinan yang baik.
3. Bila keluar dari mereka sesuatu yang tidak bisa dibawa kepada penafsiran yang baik maka dicarikan alasan yang paling tepat. Hal ini bukan dimaksudkan untuk menyatakan bahwa ulama itu ma’shum atau tidak bisa salah, namun sebagai bentuk berbaik sangka kepada ulama.
4. Koreksi diri serta tidak memberanikan diri menyalahkan ulama kecuali setelah penelitian yang mendalam dan kehati-hatian yang panjang.
5. Membuka dada untuk menerima segala kritikan dari saudaramu dan menjadikannya sebagai acuan untuk ke depan yang lebih baik.
6. Menjauhkan diri dari perkara yang bisa menimbulkan fitnah dan huru-hara.
7. Komitmen dengan adab-adab Islam dalam memilih kata-kata yang bagus serta menjauhkan kata-kata yang tidak pantas.
(Lihat Adabul Khilaf, Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid hal. 44-47 dan An-Nush-hul Amin Asy-Syaikh Muqbil)

Contoh Penerapan Adabul Khilaf di Masa Salaf

Di antara sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu terjadi perselisihan pendapat tentang masalah yang berkaitan dengan hukum waris, di mana ia berpendapat bahwa kedudukan kakek itu seperti ayah, bisa menggugurkan saudara-saudara mayit dari mendapatkan warisan. Sementara sahabat Zaid radhiyallahu ‘anhu berpendapat bahwa saudara-saudara mayit tetap mendapat warisan bersama adanya kakek. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma sangat yakin bahwa pendapat Zaid radhiyallahu ‘anhu salah, sampai-sampai Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkeinginan untuk menantangnya bermubahalah (saling berdoa agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi laknat kepada yang salah) di sisi Ka’bah.
Pada suatu saat, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma melihat Zaid radhiyallahu ‘anhu mengendarai kendaraannya. Maka dia pun mengambil kendali kendaraan Zaid dan menuntunnya. Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Lepaskan, wahai anak paman Rasulullah!” Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjawab: “Seperti inilah yang kita diperintahkan untuk melakukan (penghormatan) kepada ulama dan pembesar kita.”
Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Perlihatkan kepadaku tanganmu!” Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengeluarkan tangannya. Lalu Zaid radhiyallahu ‘anhu menciumnya, seraya mengatakan: “Seperti inilah kita diperintahkan untuk menghormati keluarga Nabi.”
Ketika Zaid radhiyallahu ‘anhu meninggal dunia, Ibnu ‘Abbas mengatakan: “Seperti inilah –yakni wafatnya ulama– (caranya) ilmu itu lenyap. Sungguh pada hari ini telah terkubur ilmu yang banyak.” (Adabul Khilaf hal. 21-22)

Penutup
Telah terang atas kita rambu-rambu dalam menyikapi perbedaan pendapat di antara ulama Ahlus Sunnah. Yang tak kalah pentingnya bahwa kita hendaknya selalu memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk ditunjuki kepada kebenaran pada perkara yang diperselisihkan. Kita yakin bahwa kita lemah dalam segala sisinya. Hawa nafsu sering kita kedepankan sehingga jalan kebenaran seolah tertutup di hadapan kita. Kita menghormati para pendahulu kita yang telah mendahului kita dalam iman dan amal serta mendoakan kebaikan untuk mereka.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ ءَامَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Wahai Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului dengan keimanan, dan janganlah Engkau jadikan pada hati kami kedengkian kepada orang-orang yang beriman, wahai Rabb kami sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hasyr: 10)
Wallahu a’lam.
http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=724
http://www.darussalaf.or.id/stories.php?id=1388

السبت، 29 أكتوبر 2011

Analisa Karbohidrat

Ilustrasi : HaloSehat.com

Analisa Karbohidrat

Klasifikasi Karbohidrat

Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua (2) macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat komplek atau dapat pula menjadi tiga (3) macam, yaitu :

a. Monosakarida (karbohidrat tunggal)

Kelompok monosakarida dibedakan menjadi dua (2) macam, yaitu pentosa yang tersusun dari lima (5) atom karbon (arabinosa, ribose, xylosa) dan heksosa yang tersusun dari enam (6) atom karbon (fruktosa/levulosa, glukosa, dan galaktosa).

Struktu glukosa dan fruktosa digunakan sebagai dasar untuk membedakan antara gula reduksi dan gula non-reduksi. Penamaan gula reduksi ialah didasarkan pada adanya gugus aldehid (–CHO pada glukosa dan galaktosa) yang dapat mereduksi larutan Cu2SO4 membentuk endapan merah bata. Adapun gula non-reduksi ialah gula yang tidak dapat mereduksi akibat tidak adanya gugus aldehid seperti pada fruktosa dan sukrosa/dektrosa yang memiliki gugus keton (C=O).

D-Glukosa (Fischer) D-Glukosa (Haworth)

b. Oligosakarida (tersusun dari beberapa monosakarida)

Kelompok ini terdiri dari banyak jenis, seperti disakarida, trisakarida, tetrasakarida, dll. Namun paling banyak dipelajari ialah kelompok disakarida yang terdiri dari maltosa, laktosa dan sukrosa (dekstrosa). Dua dari jenis disakarida ini termasuk gula reduksi (laktosa dan maltosa) sedangkan sukrosa tidak termasuk gula reduksi (nonreducing).

c. Polisakarida (tersusun lebih dari 10 monosakarida)




Kelompok ini terdiri dari tiga (3) jenis yaitu :

1. Homopolisakarida

Yaitu polisakarida yang tersusun atas satu jenis dari monosakarida yang diikat oleh ikatan glikosida, seperti galactan, mannan, fructosans, dan glucosans (cellulose, dextrin, glycogen, dan starch/pati)

2. Heteropolisakarida

3. Polisakarida mengandung N (chitin)

§ Pengujian Karbohidrat

a. Uji Kualitatif

Pengujian ini dapat dilakukan dengan dua (2) macam cara, yaitu; pertama menggunakan reaksi pembentukan warna dan yang kedua menggunakan prinsip kromatografi (TLC/Thin Layer Cromatograpgy, GC/Gas Cromatography, HPLC/High Performance Liquid Cromatography). Dikarenakan efisiensi pengujian, pada umumnya untuk pengujian secara kualitatif hanya digunakan prinsip yang pertama yaitu adanya pembentukan warna sebagai dasar penentuan kandungan karbohidrat dalam suatu bahan. Sedikitnya ada tujuh (7) macam reaksi pembentukan warna, yaitu :

1. Reaksi Molisch

Uji molisch digunakan untuk menentukan karbohidrat secara umum
Dalam karbohidrat dikenal beberapa pengujian untuk menentukan kandungan yang terdapat dalam karbohidrat tersebut. Salah satu test yang dilakukan untuk menentukan ada tidaknya karbohidrat adalah tes Molisch. Ketika ada beberapa larutan yang tidak dikenal secara pasti bahwa larutan tersebut mengandung karbohidrat atau tidak, tes ini bisa dilakukan untuk menentukan adanya kandungan karbohidrat.

Larutan yang bereaksi positif akan memberikan cincin yang berwarna ungu ketika direksikan dengan ?-naftol dan asam sulfat pekat. Diperkirakan, konsentrasi asam sulfat pekat bertindak sebagai agen dehidrasi yang bertindak pada gula untuk membentuk furfural dan turunannya yang kemudian dikombinasikan dengan ?-naftol untuk membentuk produk berwarna.


KH (pentose) + H2SO4 pekat à furfural à + a naftol à warna ungu

KH (heksosa) + H2SO4 pekat à HM-furfural à + a naftol à warna ungu

Kedua macam reaksi diatas berlaku umum, baik untuk aldosa (-CHO) maupun karbohidrat kelompok ketosa (C=O).

2. Reaksi Benedict

uji benedict digunakan untuk menentukan gula pereduksi dalam karbohidrat
Uji benedict bertujuan untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu larutan dengan indikator yaitu adanya perubahan warna khususnya menjadi merah bata. Benedict Reagen digunakan untuk menguji atau memeriksa kehadiran gula pereduksi dalam suatu cairan.

Monosakarida yang bersifat redutor, dengan diteteskannya Reagen akan menimbulkan endapan merah bata. Selain menguji adanya gula pereduksi, juga berlaku secara kuantitatif, karena semakin banyak gula dalam larutan maka semakin gelap warna endapan.



KH + camp CuSO4, Na-Sitrat, Na2CO3 à Cu2O endapan merah bata

3. Reaksi Barfoed

Uji barfoed digunakan untuk mengidentifikasi antara monoskarida, disakarida, dan polisakarida

KH + camp CuSO4 dan CH3COOH à Cu2O endapan merah bata

4. Reaksi Fehling

KH + camp CuSO4, K-Na-tatrat, NaOH à Cu2O endapan merah bata

Ketiga reaksi diatas memiliki prinsip yang hampir sama, yaitu menggunakan gugus aldehid pada gula untuk mereduksi senyawa Cu2SO4 menjadi Cu2O (enpadan berwarna merah bata) setelah dipanaskan pada suasana basa (Benedict dan Fehling) atau asam (Barfoed) dengan ditambahkan agen pengikat (chelating agent) seperti Na-sitrat dan K-Na-tatrat.

5. Reaksi Iodium

Uji atau tes ini digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang.

Dan sewaktu didinginkan warna biru akan muncul kembali. Di dalam amilum sendiri terdiri dari dua macam amilum yaitu amilosa yang tidak larut dalam air dingin dan amilopektin yang larut dalam air dingin. Ketika amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk micelles yaitu molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya pada tingkat molekuler.

Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji. Pada saat pemanasan, molekul-molekul akan saling menjauh sehingga micellespun tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2. Akibatnya warna biru khas yang ditimbulkan menjadi menghilang.

Micelles akan terbentuk kembali pada saat didinginkan dan warna biru khaspun kembali muncul. Warna biru khas yang ditimbulkan sebagai hasil dari reaksi positif, juga akan hilang jika larutan yang telah positif dalam pengujian iod ditambah dengan NaOH. Ion Na+ yang bersifat alkalis akan mengikat iodium sehingga warna biru khas akan memudar dan hilang.


KH (poilisakarida) + Iod (I2) à warna spesifik (biru kehitaman)

6. Reaksi Seliwanoff

Uji selliwanof digunakan untuk menentukan karbohidrat jenis ketosa.
Beberapa karbohidrat memiliki gugus keton, adanya gugus keton tersebut dapat dibuktikan melalui uji seliwanoff. Jika karbohidrat yang mengandung gugus keton direaksikan dengan seliwanoff akan menunjukkan warna merah sebagai reaksi positifnya.

Adanya warna merah merupakan hasil kondensasi dari resorsinol yang sebelumnya didahului dengan pembentukan hidroksi metil furfural. Proses pembentukan hidroksi metil furfural berasal dari konversi dari fruktosa oleh asam klorik panas yang kemudian menghasilkan asam livulenik dan hidroksi metil furfural.


KH (ketosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à warna merah.

KH (aldosa) + H2SO4 à furfural à + resorsinol à negatif

7. Reaksi Osazon

Uji osazon digunakan untuk mengamati perbedaan yang spesifik bagi tiap karbohidrat melalui penampang endapan yang dihasilkannya

Reaksi ini dapat digunakan baik untuk larutan aldosa maupun ketosa, yaitu dengan menambahkan larutan fenilhidrazin, lalu dipanaskan hingga terbentuk kristal berwarna kuning yang dinamakan hidrazon (osazon).

Pedoman Umum Cara Bekerja yang benar di Laboratorium


Pedoman Umum Cara Bekerja yang benar di Laboratorium

Laboratorium adalah suatu tempat dimana mahasiswa, dosen, peneliti dan sebagainya, melakukan percobaan. Percobaan yang dilakukan menggunakan berbagai bahan kimia, peralatan gelas dan instrumentasi khusus yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan bila dilakukan dengan cara yang tidak tepat. Kecelakaan itu dapat juga terjadi karena kelalaian atau kecerobohan kerja, ini dapat membuat orang tersebut cedera, dan bahkan bagi orang disekitarnya. Keselamatan kerja di laboratorium merupakan dambaan bagi setiap individu yang sadar akan kepentingan kesehatan, keamanan dan kenyamanan kerja.
Bekerja dengan selamat dan aman berarti menurunkan resiko kecelakaan. Walaupun petunjuk keselamatan kerja sudah tertulis dalam setiap penuntun praktikum, namun hal ini perlu dijelaskan berulang-ulang agar setiap individu lebih meningkatkan kewaspadaan ketika bekerja di laboratorium. Berbagai peristiwa yang pernah terjadi perlu dicatat sebagai latar belakang pentingnya bekerja dengan aman di laboratorium. Sumber bahaya terbesar berasal dari bahan-bahan kimia, oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai jenis bahan kimia agar yang bekerja dengan bahan-bahan tersebut dapat lebih berhati-hati dan yang lebih penting lagi tahu cara menanggulanginya. Limbah bahan kimia sisa percobaan harus dibuang dengan cara yang tepat agar tidak menyebabkan polusi pada lingkungan. Cara menggunakan peralatan umum dan berbagai petunjuk praktis juga dibahas secara singkat untuk mengurangi kecelakaan yang mungkin terjadi ketika bekerja di Laboratorium. Dengan pengetahuan singkat tersebut diharapkan setiap individu khususnya para asisten dapat bertanggung jawab untuk menjaga keselamatan kerja mahasiswa di laboratorium dengan sebaik-baiknya.


Dalam pekerjaan sehari-hari petugas laboratorium selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun gelas yang digunakan secara rutin. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam laboratorium dapat digolongkan dalam :
1.     Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat / bahan yang mudah terbakar atau meledak.
2.     Bahan beracun, korosif dan kaustik
3.     Bahaya radiasi
4.     Luka bakar
5.     Syok akibat aliran listrik
6.     Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
7.     Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja.

1.1      Latar Belakang

Beberapa peristiwa yang pernah terjadi di laboratorium dapat merupakan cermin bagi setiap orang untuk meningkatkan kewaspadaannya ketika bekerja di laboratorium. Peristiwa-peristiwa tersebut kadang-kadang terlalu pahit untuk dikenang, namun meninggalkan kesan pendidikan yang baik, agar tidak melakukan kesalahan dua kali pada peristiwa yang sama. Peristiwa terbesar dalam sejarah Departemen Kimia adalah kejadian 27 tahun yang lalu, ketika itu Gedung Departemen terbakar pada malam menjelang pagi hari, itu terjadi karena ada bahan kimia yang meledak di gedung tersebut. Walaupun tidak terdapat korban manusia, namun kerugian materi sangat banyak dan mahasiswa agak ”terhambat” melakukan proses pendidikan karena diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk dapat memenuhi keperluan fasilitas yang terbakar. Peristiwa lainnya tidak sehebat yang terjadi di atas, namun perlu perhatian khusus agar dikemudian hari jangan sampai terjadi lagi. Peristiwa itu menimpa salah seorang mantan mahasiswa kimia yang bekerja dengan brom, bahan ini mengalir dari peralatan yang kurang rapat, menyentuh kulit lengannya, akibatnya terjadi luka bakar dan bekasnya tidak hilang sampai sekarang. Ada pula yang terkena bahan kimia TCA ketika mengambil zat tersebut dari botol kemasannya, karena kurang hati-hati ada bahan yang terkena kulit tangan mahasiswa dan ini menimbulkan iritasi yang hebat, gejalanya kulit terasa gatal dan karena digaruk dapat melepuh. Kejadian berikutnya adalah ketika mahasiswa tahun pertama bekerja menggunakan pembakar dengan bahan bakar spiritus, pembakar tersebut tersenggol sehingga spiritus tersebut tumpah ke meja praktikum dan menyebabkan kebakaran serta merusak meja praktikum. Kebakaran juga pernah terjadi karena terlepasnya selang penyambung pembakar bunsen dari saluran gas bakar, ini disebabkan oleh mahasiswa yang menarik pembakar itu ke berbagai tempat. Ada pula kecerobohan kerja yang menyebabkan asam sulfat pekat tumpah di atas meja praktikum. Asam tersebut dapat menghanguskan kayu sehingga meja praktikum berubah menjadi hitam dan rapuh. Kelalaian lainnya disebabkan oleh kurang disiplin, seperti lupa menutup kran air, sehingga terjadi banjir sampai ke laboratorium lainnya. Semua peristiwa tersebut tidak akan terjadi bila setiap individu sadar dan mengerti bahwa laboratorium itu milik bersama yang harus dijaga dengan meningkatkan disiplin.

BAB II
PEMBAHASAN
*Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium IPA memerlukan perlakuan khusus sesuai sifat dan karakteristik masing-masing. Perlakuan yang salah dalam membawa, menggunakan dan menyimpan alat dan bahan di laboratorium IPA dapat menyebabkan kerusakan alat dan bahan, terjadinya kecelakaan kerja serta dapat menimbulkan penyakit. Cara memperlakukan alat dan bahan di laboratorium IPA secara tepat dapat menentukan keberhasilan dan kelancaran kegiatan.

Prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan alat dan bahan di laboratorium :
  1. Aman
    Alat disimpan supaya aman dari pencuri dan kerusakan, atas dasar alat yang mudah dibawa dan mahal harganya seperti stop watch perlu disimpan pada lemari terkunci. Aman juga berarti tidak menimbulkan akibat rusaknya alat dan bahan sehingga fungsinya berkurang.
  2. Mudah dicari
    Untuk memudahkan mencari letak masing – masing alat dan bahan, perlu diberi tanda yaitu dengan menggunakan label pada setiap tempat penyimpanan alat (lemari, rak atau laci).
  3. Mudah diambil
    Penyimpanan alat diperlukan ruang penyimpanan dan perlengkapan seperti lemari, rak dan laci yang ukurannya disesuaikan dengan luas ruangan yang tersedia.


Cara penyimpanan alat dan bahan dapat berdasarkan jenis alat, pokok bahasan, golongan percobaan dan bahan pembuat alat :
  1. Pengelompokan alat – alat fisika berdasarkan pokok bahasannya seperti : Gaya dan Usaha (Mekanika), Panas, Bunyi, Gelombang, Optik, Magnet, Listrik, Ilmu, dan Alat reparasi.
  2. Pengelompokan alat – alat biologi menurut golongan percobaannya, seperti : Anatomi, Fisiologi, Ekologi dan Morfologi.
  3. Pengelompokan alat – alat kimia berdasarkan bahan pembuat alat tersebut seperti : logam, kaca, porselen, plastik dan karet.
Jika alat laboratorium dibuat dari beberapa bahan, alat itu dimasukkan ke dalam kelompok bahan yang banyak digunakan.

*Penyimpanan alat dan bahan selain berdasar hal – hal di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
  1. Mikroskop disimpan dalam lemari terpisah dengan zat higroskopis dan dipasang lampu yang selalu menyala untuk menjaga agar udara tetap kering dan mencegah tumbuhnya jamur.
  2. Alat berbentuk set, penyimpanannya harus dalam bentuk set yang tidak terpasang.
  3. Ada alat yang harus disimpan berdiri, misalnya higrometer, neraca lengan dan beaker glass.
  4. Alat yang memiliki bobot relatif berat, disimpan pada tempat yang tingginya tidak melebihi tinggi bahu.
  5. Penyimpanan zat kimia harus diberi label dengan jelas dan disusun menurut abjad.
  6. Zat kimia beracun harus disimpan dalam lemari terpisah dan terkunci, zat kimia yang mudah menguap harus disimpan di ruangan terpisah dengan ventilasi yang baik.


Cara menyimpan bahan laboratorium IPA
Cara menyimpan bahan laboratorium IPA dengan memperhatikan kaidah penyimpanan, seperti halnya pada penyimpanan alat laboratorium. Sifat masing-masing bahan harus diketahui sebelum melakukan penyimpanan, seperti :
  1. Bahan yang dapat bereaksi dengan kaca sebaiknya disimpan dalam botol plastik.
  2. Bahan yang dapat bereaksi dengan plastik sebaiknya disimpan dalam botol kaca.
  3. Bahan yang dapat berubah ketika terkenan matahari langsung, sebaiknya disimpan dalam botol gelap dan diletakkan dalam lemari tertutup. Sedangkan bahan yang tidak mudah rusak oleh cahaya matahari secara langsung dalam disimpan dalam botol berwarna bening.
  4. Bahan berbahaya dan bahan korosif sebaiknya disimpan terpisah dari bahan lainnya.
  5. Penyimpanan bahan sebaiknya dalam botol induk yang berukuran besar dan dapat pula menggunakan botol berkran. Pengambilan bahan kimia dari botol sebaiknya secukupnya saja sesuai kebutuhan praktikum pada saat itu. Sisa bahan praktikum disimpam dalam botol kecil, jangan dikembalikan pada botol induk. Hal ini untuk menghindari rusaknya bahan dalam botol induk karena bahan sisa praktikum mungkin sudah rusak atau tidak murni lagi.
  6. Bahan disimpan dalam botol yang diberi simbol karakteristik masing-masing bahan.
*Penyimpanan  Bahan Kimia Berbahaya
Mengelompokkan bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya mutlak diperlukan, sehingga tempat/ruangan yang ada dapat di manfaatkan sebaik-baiknya dan aman.  Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang disimpan akan mengandung bahaya seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan gas/uap/debu beracun, dan berbagai kombinasi dari pengaruh tersebut.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi kecelakaan ataupun dalam kondisi kedua-duanya dapat berbahaya terhadap kehidupan sekelilingnya.  Bahan beracun harus disimpan dalam ruangan yang sejuk, tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan bahan yang inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama lainnya.
Jika panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan tersebut maka tempat penyimpanan harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak terkena sinar matahari langsung dan jauh dari sumber panas
2.      Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Beberapa jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat bereaksi dahsyat dengan uap air.  Uap dari asam dapat menyerang/merusak bahan struktur dan peralatan selain itu beracun untuk tenaga manusia.  Bahan ini harus disimpan dalam ruangan yang sejuk dan ada peredaran hawa yang cukup untuk mencegah terjadinya pengumpulan uap.  Wadah/kemasan dari bahan ini harus ditangani dengan hati-hati, dalam keadaan tertutup dan dipasang label.  Semua logam disekeliling tempat penyimpanan harus dicat dan diperiksa akan adanya kerusakan yang disebabkan oleh korosi.
Penyimpanannya harus terpisah dari bangunan lain dengan dinding dan lantai yang tahan terhadap bahan korosif, memiliki perlengkapan saluran pembuangan untuk tumpahan, dan memiliki ventilasi yang baik.  Pada tempat penyimpanan harus tersedia pancaran air untuk pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena bahan tersebut.
*3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Praktis semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan bakar dalam bentuk uapnya atau beberapa lainnya dalam keadaan bubuk halus.  Api dari bahan padat berkembang secara pelan, sedangkan api dari cairan menyebar secara cepat dan sering terlihat seperti meledak.  Dalam penyimpanannya harus diperhatikan sebagai berikut :
a. Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak sengaja pada waktu ada uap dari bahan bakar dan udara
b. Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup, sehingga bocoran uap akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah percikan api
c. Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya kebakarannya
d. Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan yang mudah menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi dengan udara atau uap air yang lambat laun menjadi panas
e. Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah dicapai
f. Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
g. Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
h. Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde serta dilengkapi alat deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara periodik
*4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat ketat, letak tempat penyimpanan harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber tenaga, terowongan, lubang tambang, bendungan, jalan raya dan bangunan, agar pengaruh ledakan sekecil mungkin.  Ruang penyimpanan harus merupakan bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari bahan yang tidak menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan.  Untuk penerangan harus dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa atau penerangan yang bersumber dari luar tempat penyimpanan.  Penyimpanan tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin, bahan sisa yang dapat terbakar, api terbuka atau nyala api.  Daerah tempat penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah, atau material yang mudah terbakar, ada baiknya memanfaatkan perlindungan alam seperti bukit, tanah cekung belukar atau hutan lebat.

5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan oksigen pada suatu reaksi meskipun dalam keadaan tidak ada udara.  Beberapa bahan oksidator memerlukan panas sebelum menghasilkan oksigen, sedangkan jenis lainnya dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak pada suhu kamar.  Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar suhunya tetap dingin, ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api.  Bahan ini harus dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan yang memiliki titik api rendah.
Alat-alat pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam memadamkan kebakaran pada bahan ini, baik penutupan ataupun pengasapan, hal ini dikarenakan bahan oksidator menyediakan oksigen sendiri.

BAB III
PENUTUP

1.1      Kesimpulan dan Saran
Secara umum beberapa peristiwa yang pernah terjadi di laboratorium dapat merupakan cermin bagi setiap orang untuk meningkatkan kewaspadaannya ketika bekerja di laboratorium. Peristiwa-peristiwa tersebut kadang-kadang terlalu pahit untuk dikenang, namun meninggalkan kesan pendidikan yang baik, agar tidak melakukan kesalahan dua kali pada peristiwa yang sama. Oleh karena itu, untuk mengurangi bahaya yang terjadi, setiap pengguna laboratorium (mahasiswa, dosen, peneliti dan sebagainya) harus melakukan pekerjaannya menurut praktek laboratorium yang benar.

PENGOLAHAN LIMBAH LABORATORIUM

Ilustrasi : www.biologimu.com

PENGOLAHAN LIMBAH LABORATORIUM

Perkembangan pesat dalam peradaban manusia yang ditandai oleh tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memberikan perubahan-perubahan yang mendasar dalam berbagai dimensi kehidupan. Dampak negatif yang hadir bersamaan dengan segala kemajuan tersebut senantiasa menjadi ancaman bagi kelangsungan proses kehidupan bagi setiap individu.
Terjadinya krisis lingkungan kearah yang lebih serius merupakan issue yang semakin menuntut kita untuk secepatnya melakukan antisipasi dengan menggunakan kemajuan dan ilmu dan teknologi tersebut.
Salah satu yang dapat menimbulkan krisis lingkungan adalah pembuangan limbah akibat aktifitas hidup manusia. Limbah merupakan sisa proses produksi yang tidak terpakai lagi dan dibuang, yang jika diperlakukan secara tepat akan merugikan manusia dan lingkungan.
Pertambahan manusia dan aktifitas sudah tentu akan menimbulkan pertambahan kuantitas limbah, yang secepatnya harus diolah karena mempunyai potensi untuk mencemari lingkungan. Percepatan pertambahan kuantitas limbah baik domestik maupun industri dan komersial yang semakin bervariasi adalah merupakan masalah yang secepatnya harus dicari solusinya.
            Selain domestik dan industri ada suatu lembaga atau badan usaha yang merupakan penghasil limbah klinis terbesar, yaitu Rumah Sakit. Berbagai jenis limbah yang dihasilkan di Rumah Sakit dan unit-unit pelayanan medis bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan bagi pengunjung, terutama petugas yang menangani limbah tersebut.
            Terhadap limbah-limbah tersebut seringkali diperlukan pengolahan pendahuluan sebelum diangkut ke tempat pembuangan atau dimusnahkan dengan unit pemusnah setempat. Rumah Sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan untuk pelayanan umum yang dikelilingi oleh perumahan padat penduduk. Sebagaimana halnya pemukiman, Rumah Sakit juga adalah tempat berkumpulnya sejumlah orang yang selalu akan menghasilkan limbah dan memerlukan pembuangan. Limbah rumah sakit memungkinkan terjadinya pencemaran lingkungan atau penularan penyakit.

Limbah rumah sakit berasal dari unit-unit pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit tersebut termasuk laboratorium. Semua jenis limbah di laboratorium harus dinyatakan sebagai bahan yang infeksius, oleh karena itu penanganan dan pembuangan limbah harus ditangani secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif sebagai akibat dari kegiatan operasional laboratorium yang jika tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan, baik pekerja, pasien, pengunjung maupun masyarakat sekitarnya.

II.        PERATURAN-PERATURAN

            Pengaturan limbah di Indonesia mempunyai beberapa peraturan yang harus ditaati, peraturan-peraturan tersebut dibuat berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Beberapa dasar hukum yang dapat dicermati antara lain:

1.   Undang-Undang nomor 23 tahun 1997, tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.   Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
3.   Undang-Undang nomor 4 tahun 1982, tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4.   Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor : 986/MENKES/PER/XI/1992, tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
5.   Undang-Undang Konservasi dan Pemulihan Sumber (“Resource Conservation and Recovery Act” = RCRA ) dan amandemen-amandemennya.
6.   Undang-undang tentang Reaksi, Kompensasi dan Tanggung Jawab Lingkungan (“Comprehensive Environmental Response, Compensation, and Liability Act” = CERCLA) atau disebut juga “Superfund Amandments and Reauthorization Act” (SARA), mengatur kerugian terhadap lingkungan yang disebabkan limbah berbahaya.
            Dan undang-undang lainnya yang terkait.

III.       PENGERTIAN
           
            Limbah adalah bahan-bahan buangan atau residu dari suatu kegiatan, bisa dalam bentuk padat, cair atau gas yang sudah tidak terpakai lagi.
            Limbah Klinis adalah limbah yang berasal dan Pelayanan Medis, Laboratorium, Farmasi, Kamar Bedah dan pelayanan medis lainnya yang menggunakan bahan-bahan beracun, infeksius, berbahaya dan membahayakan.
Penggolongan limbah berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya dapat dibagi menjadi 5 jenis, yaitu:
1.   Limbah Benda tajam
2.   Limbah Infeksius
3.   Limbah Jaringan tubuh
4.   Limbah Sitotoksik
5.   Limbah Bahan kimia

            Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu:
1.   Bahan baku yang sudah kadaluwarsa,
2.   Bahan habis pakai, misalnya medium perbenihan yang tidak terpakai,
3.   Produk proses di dalam laboratorium, misalnya sisa spesimen,
4.   Produk upaya penanganan limbah, misalnya jarum suntik sekali pakai setelah di autoklaf.

Sifat limbah digolongkan menjadi:
1.   Buangan bahan berbahaya dan beracun
2.   Limbah infektif
3.   Limbah radioaktif
4.   Limbah umum

Bentuk limbah yang dihasilkan dapat berupa:
1.   Limbah cair dibagi menjadi 3, yaitu:
a.   Limbah cair infeksius, misalnya sisa spesimen seperti darah, serum / plasma, urine dan cairan tubuh lainnya.
b.   Limbah cair domestik, yaitu limbah yang dihasilkan dari bekas air pembilasan atau pencucian alat.
c.   Limbah cair kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari menggunakan bahan-bahan kimia, misalnya sisa-sisa reagen dan cairan pewarna.
2.   Limbah padat dibagi menjadi 2,  yaitu :
      a.   Limbah padat infeksius:
-     Limbah benda tajam, yaitu alat atau obyek yang mempunyai sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, misalnya jarum suntik, pecahan dari kaca dan pisau.
-     Sisa bahan pemeriksaan, misalnya jaringan, faeces, bekuan darah dan medium biakan.
b.   Limbah padat non infeksius, misalnya sampah umum seperti kertas, tissue, plastik kayu, pembungkus, kardus dan sebagainya.
3.   Limbah gas adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).


IV.       PENANGANAN DAN PENAMPUNGAN LIMBAH

            Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah terhadap kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah tersebut.
Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :
1.   Limbah berbahaya dan beracun, dengan cara :
a.   Netralisasi
      Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2 Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI. Parameter netralisasi adalah pH dan sebagai indikator dapat digunakan Phenol Phtalein (PP.). Zat ini akan berubah pada pH 6-8 sehingga cukup aman digunakan jika pH limbah berkisar antara 6,5-8,5.
b.   Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi
      Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.

c.   Reduksi-Oksidasi
      Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi (redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
d.   Penukaran ion
      Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion.
2.   Limbah infeksius
      Ada beberapa metode penanganan limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu
a.   Metode Desinfeksi
      Adalah penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak      aktif.
            Agar pengolahan limbah menjadi efektif perlu untuk:
-     Menggunakan desinfektan yang sesuai, misalnya Chlorine,Iodophore, Alcohol, Formaldehyde, Glutaraldehyde dan Natrium hypochioride. Yang terakhir ini merupakan satu-satunya jenis desinfektan yang digunakan secara rutin untuk mendesinfeksi limbah penyakit menular.
-     Menambahkan jumlah bahan kimia yang cukup, jumlah desinfektan yang diberikan harus berlebih karena bahan-bahan protein yang terkandung dalam limbah akan mengikat desinfektan dan mencegah bahan tersebut bereaksi dengan kuman penyakit.
-     Memberikan waktu kontak yang cukup, gunanya adalah untuk mencapai efektifitas pengolahan.
-     Mengawasi kondisi-kondisi lain yang diperlukan, misalnya pH yang tidak sesuai akan meningkatkan / menghambat proses desinfeksi.
-     Temperatur, dapat meningkatkan atau menurunkan efektifitas dan kecepatan proses pengolahan.
-     Pengadukan.
b.   Metode Pengenceran (Dilution)
Yaitu dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir.
c.   Metode Proses Biologis
Yaitu dengan menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut
akan menimbulkan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.
d.   Metode Ditanam (Landfill)
Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya dalam tanah.
e.   Metode Insinerasi (Pembakaran)
Pemusnah limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.
Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit, jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah).
Agar insinerasi berlangsung optimal, perlu 5 kondisi:
-     Diperlukan oksigen dalam jumlah yang cukup,
-     Atomisasi dan Volatilisasi, yaitu mengubah limbah menjadi partikel yang sangat kecil dan gas,
-     Proses pengadukan dan pencampuran dalam insinerator,
-     Suhu yang cukup untuk volatilisasi,
-     Cukup waktu untuk terjadinya reaksi.
Alat insinerator yang baik adalah yang memungkinkan suhu pada ruang bakar pertama paling sedikit 800 - 1000°C.
3.   Limbah radioaktif
Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif sekecil mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang mudah didekontaminasi.
Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
a.   Bentuk : cair, padat dan gas,
b.   Tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma (γ),
c.   Tinggi-rendahnya aktifitas
d.   Panjang-pendeknya waktu paruh,
e.   Sifat : dapat dibakar atau tidak.
Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :
a.   Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan, peguburan dan pembuangan.
b.   Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif, seperti Badan Tanaga Atom Nasional (BATAN).
4.   Limbah umum
Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat dan dibakar di insinerator.

Penampungan limbah adalah upaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau pemaparan pada petugas yang menangani limbah. Wadah penampungan limbah harus memadai, misalnya:
1.   Penampungan limbah benda tajam, harus tahan tusuk, impermeabilitas (kekedapan, tidak dapat dirembesi), kokoh, aman dan diberi label.
2.   Penampungan limbah cairan infeksius:
a.   Diwadahi dengan botol penutup yang aman atau wadah yang kaku sejenis botol dan ditutup dengan tutup berulir atau gabus. Botol tersebut dimasukkan dalam kaleng atau kotak untuk pengamanan tambahan dan menampung adanya tumpahan serta mengurangi resiko pemaparan.
b.   Limbah cair yang akan disterilkan dengan uap sebaiknya terbuat dari logam karena logam bersifat memperluas penyebaran panas. Jangan menggunakan bahan gelas/kaca.
c.   Limbah cair yang akan diinsinerasi sebaiknya wadah terbuat dari plastik karena mudah terbakar.



V.        PEMISAHAN LIMBAH

Untuk memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang adalah dengan cara menggunakan kantong dengan kode warna yang disarankan untuk limbah klinis adalah seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Kode warna yang disarankan untuk limbah klinis.

NO
WARNA KANTONG
JENIS LIMBAH
1.
Hitam
Limbah rumah tangga, tidak digunakan untuk menyimpan atau mengangkat limbah klinik.
2.
Kuning
Semua jenis limbah yang akan dibakar
3.
Kuning dengan strip hitam
Jenis limbah yang sebaiknya dibakar, tetapi bias juga dibuang di sanitary landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan.
4.
Biru muda atau transparan dengan strip biru tua
Limbah untuk autoclaving (pengolahan sejenis) sebelum pembuangan akhir.

            Kebersihan pemisahan limbah tergantung kepada kesadaran, prosedur yang jelas serta keterampilan petugas sampah/kebersihan.
Selain kode warna pada kantong plastik untuk pemisahan limbah juga terdapat kode/simbol yang telah distandarisasi untuk 3 golongan sampah yang paling berbahaya, yaitu :

NO
GOLONGAN SAMPAH
GAMBAR SIMBOL
1.
Sampah Infeksius :
Kantong warna kuning dengan simbol Biohazard yang telah dikenal secara internasional berwarna hitam.



2.
Sampah Sitotoksik :
Kantong berwarna ungu dengan simbol sitotoksik (berbentuk cell dalam telofase)

3.
Sampah Radioaktif :
Kantong berwarna merah dengan simbol radioaktif yang telah dikenal secara internasional.




VI.       PENGOLAHAN LIMBAH LABORATORIUM

1.   Limbah Cair:
a.   Limbah Cair Infeksius:
      Sebelum dialirkan ke saluran pembuangan awal, limbah dikumpulkan terlebih dahulu dalam wadah plastik atau kaca dan diberi desinfektan. Jenis desinfektan yang banyak digunakan adalah natrium hipoklorit dengan kadar 0,5-10%. Karena kekuatan desinfektan makin lama makin menurun, maka untuk keefektifan penggunaanya harus dibuat baru setiap minggu.
      Setelah didesinfeksi, limbah tersebut dialirkan ke saluran pembuangan awal yang selanjutnya dikumpulkan dalam bak penampungan untuk diolah.
b.      Limbah Cair Domestik:
      Limbah ini langsung dialirkan melalui saluran pembuangan awal menuju bak           penampungan untuk diolah.
c.   Limbah Cair Kimia:
      Penanganannya dilakukan dengan cara mengencerkan limbah dengan air sampai konsentrasi rendah dan selanjutnya dialirkan mengikuti saluran pembuangan awal menuju bak penampungan untuk diolah.

Semua limbah cair yang terkumpul dalam bak penampungan dapat diolah dengan berbagai cara, antara lain :
a.   FBK Bioreactor
      FBK Bioreaktor menggunakan metode proses biologis. Limbah yang terkumpul dalam bak penampungan dipompa menuju alat Bioreactor dan setelah mengalami proses, limbah disalurkan melalui pipa buangan ke saluran umum (sungai/kali).
      Proses FBK Bioreactor ialah melalui media yang berkelok-kelok berfungsi sebagai tempat pertumbuhan bakteri aerob yang tumbuh melekat pada media, membentuk lapisan biomassa. Aerator dan struktur media yang mengatur aliran air limbah yang masuk ke dalam tangki Biodetox sedemikian rupa sehingga kontak antara air limbah dengan lapisan biomassa terjadi berulang-ulang, melalui perjalanan panjang sehingga mencapai efisiensi degradasi BOD/COD yang optimum ( maksimal kadar BOD = 75 mg/L dan COD = 100 mg/L). Udara dimasukkan ke dalam tangki Biodetox melalui aeration sehingga menimbulkan gelembung-gelembung udara yang dihasilkan dari mesin kompressor. Aerator dirancang secara spesifik rnenghasilkan efek floatasi dan sedimentasi.
      Air limbah yang telah diolah dalam tangki Biodetox sudah jernih sehingga dapat disalurkan ke saluran umum.
b.      Sewage Treatment Plant (STP) :
      Adalah sistem pengolahan limbah yang bertujuan mengolah limbah cair       menjadi air bersih yang dapat dibuang ke saluran umum dan tidak mencemari     lingkungan.
                        Metode yang digunakan adalah:
-     Screen Pit
      Dilengkapi dengan saringan kasar, saringan halus dan communitor. Berfungsi untuk menyaring kotoran/sampah yang besar-besar sedangkan communitor akan menghancurkan material yang masuk sehingga proses treatment secara biologis dapat berfungsi dengan baik.
-     Equalizing Tank:
      Berfungsi sebagai pre-treatment yang meratakan kualitas air bak.
-     Aeration tank
      Dilengkapi dengan air seal difusser. Air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi diproses dengan cara mendifusikan udara ke dalam air limbah melalui diffuser juga ditambahkan lumpur aktif yang dikembalikan dan bak pengendap. Setelah melalui proses aerasi, air mengalir melalui pipa transfer ke bak pengendap (Settling Tank).
-     Settling Tank :
      Berfungsi untuk memisahkan lumpur. Lumpur akan mengendap ke bagian bawah tangki dan disedot oleh lift pump masuk ke dalam kotak distribusi lumpur yang kemudian didistribusikan menjadi 2 cabang ; yang pertama masuk ke bak aerasi dan yang kedua masuk ke bak penampungan lumpur, sedangkan airnya akan mengalir melalui Over Flow Weir selanjutnya masuk bak Over Flow dan mengalami proses ( untuk mendestruksi mikroba patogen.
-     Effluent Tank :
      Berfungsi untuk menampung hasil akhir pengolahan (treatment). Air dalam bak ini dipompa ke sumpit lalu disalurkan ke saluran umum.
2.   Limbah Padat :
a.   Limbah Padat Infeksius:
-     Limbah benda tajam
      Dikumpulkan dalam suatu wadah sesuai syarat penampungan benda tajam. Untuk keamanan, pada saat pengangkutannya wadah tersebut dapat diberi cairan desinfektan seperti lysol. Kemudian wadah dimasukkan dalam kantong plastik kuning dengan simbol biohazard diikat kuat lalu diangkut untuk dibakar di insinerator.
-     Limbah sisa bahan pemeriksaan
      Dikumpulkan dalam kantong plastik kuning bersimbol biohazard dan disterilkan dalam autoclave suhu 121°C selama 15 menit. Selanjutnya kantong plastik tersebut dilapisi dengan kantong plastik kuning, diikat kuat lalu diangkut untuk dibakar di incinerator.
b.   Limbah Padat Non Infeksius:
      Dimasukkan dalam tempat sampah yang telah dilapisi kantong plastik warna hitam. Setelah sampah mengisi ¾ kantong, ikatlah kuat-kuat lalu angkut ke tempat pembuangan untuk dibakar dalam insinerator.

3.   Limbah Gas:
Limbah gas harus dibersihkan melalui penyaringan (filter) sebelum dibuang ke udara. Filter harus diperiksa secara teratur, jika rusak atau tingkat radiasinya mendekati batas yang telah ditentukan, filter harus diganti. Untuk mencegah terlepasnya zat radioaktif dari filter, maka filter harus dibungkus dengan plastik polietilen.


VII.     EVALUASI PENGOLAHAN LIMBAH

            Air hasil pengolahan limbah dapat diketahui kualitasnya dengan menggunakan indikator biologi seperti pengadaan kolam ikan atau penyiraman taman.
            Selain itu hasil pengolahan limbah cair juga perlu diperiksa ke instansi pemerintah yaitu Bapedal setiap 3 bulan sekali dan di laboratorium sendiri setiap 1 bulan sekali.


VIII.    KESELAMATAN KERJA DALAM PENGELOLAAN LIMBAH

            Para petugas yang menangani limbah selain mempunyai resiko terkena penyakit juga mempunyai resiko mendapatkan kecelakaan. Luka karena benda tajam adalah penyebab kecelakaan terbesar di kalangan petugas pelayanan kesehatan dan petugas yang menangani limbah, karena adanya resiko ganda berupa luka dan tertular penyakit. Oleh karena itu diwajibkan bagi petugas pengantar/pengelola limbah untuk menggunakan pelindung diri, seperti sarung tangan karet dan plastik pengaman untuk mencuci alat laboratorium.

Tabel 2. Prosedur Kerja Pengurangan Resiko

NO
PROSEDUR
PENGURANGAN RESIKO
1.
Kelompokkan limbah untuk mengetahui jenis yang perlu pengelolaan dan penanganan khusus
Tentukan golongan-golongan limbah sesuai kriteria yang berlaku
2.
Pisahkan limbah yang memerlukan penanganan khusus (yang infeksius dan radioaktif) dari limbah lainnya.
Pindahkan limbah yang memerlukan penanganan khusus. Pisahkan limbah itu dari tempat limbah umum
3.
Gunakan kontainer yang berbeda untuk limbah-limbah khusus 
Upayakan agar limbah khusus dapat dikenal dengan mudah
4.
Berhati-hati waktu mengangkat dan memindahkan kontainer limbah
Jaga kemungkinan terjadinya salah urat pada punggung dan bagia tubuh lainnya
5.
Gunakan kereta yang baik untuk mengumpulkan dan memindahkan kontainer limbah
Jaga agar kontainer limbah tidak jatuh dari kereta dengan begitu akan mengurangi terjadinya luka dan terpapar.
6.
Gunakan kereta yang bongkar-muatnya mudah, mudah digerakkan, direm dan diarahkan serta mudah dibersihkan
Kurangi kecelakaan dari kereta hingga dengan begitu mengurangi kejadian luka dan paparan
7.
Semua kontainer limbah harus ditutup rapat (bila memungkinkan) sebelum dipindahkan
Kurangi terjadinya paparan
8.
Limbah gas dibuang kewadah yang telah ditentukan (tidak lagi dilakukan penyortiran)
Kurangi penanganan limbah dan kemungkinan terjadinya paparan
9.
Gunakan alat pelindung perorang yang memadai, seperti sarung tangan, masker, kaca mata, celemek pada waktu menangani limbah khusus
Adakan perlindungan terhadap paparan
10.
Usahakan agar semua kegiatan hanya dilakukan oleh orang yang cukup terlatih.
Kurangi resiko ekpose pada orang-orang yang memakai alat dengan cara yang keliru






IX.       KESIMPULAN
           
            Sistem pengelolaan limbah yang baik dan benar dapat meningkatkan keamanan dalam kerja terutama bagi petugas kesehatan yang berhubungan dengan limbah tersebut, pasien, pengunjung dan masyarakat disekitar rumah sakit dan laboratorium. Penanganan limbah yang kurang baik akan dapat atau potensial sebagai sumber pencemaran penularan penyakit bagi warga laboratorium sendiri maupun masyarakat di sekitarnya.


X.        DAFTAR PUSTAKA
           
1.      Depkes R.I, Pedoman Pelayanan Rumah Sakit dan Laboratorium Klinik, Jakarta, Tahun 1980 

2.      Depkes R.I, Pedoman Penanganan Limbah dan Sanitasi Rumah Sakit, Jakarta, Tahun 1985

3.      Reinhardt, P.A Gordon, J.G, Pengelolaan Limbah Menular dan Limbah Medik, Depkes R.I. Jakarta, Tahun 1995

4.      Pusat Laboratorium Kesehatan Jakarta, Pedoman Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice). Depkes R.I. Jakarta, Tahun 1999

5.      Pusat Laboratorium Kesehatan Jakarta, Pedoman Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan Biomedis, Depkes R.I. Jakarta, Tahun 1997