Friday, May 31, 2013

Alat Gelas Laboratorium

Ilustrasi : catatankimia.com
Gelas adalah suatu zat amorf  yang diperoleh dari mencampur bahan – bahan anorganik yang setelah dilebur pada suhu tinggi dan didinginkan menjadi benda padat. Berdasarkan jenis dan komposisi dari bahan anorganik yang menyusunnya, ada beberapa jenis gelas yaitu gelas biasa, gelas timbal, gelas borosilikat dan gelas leburan silika. Alat gelas yang digunakan di laboratorium ( Laboratory glassware ) umumnya merupakan gelas borosilikat. Gelas ini berasal dari kuarsa / silikat oksida berkualitas tinggi, boron oksida, aluminium oksida dan natrium oksida. Gelas jenis ini mempunyai angka muai yang tinggi oleh karena itu dapat dipanaskan hingga suhu tinggi dan dapat direndam dalam air dingin atau es tanpa terjadi keretakan atau pecah. Selain itu gelas borosilikat juga tidak bereaksi dengan bahan kimia sehinga dapat digunakan sebagai gelas laboratorium. Di dalam perdagangan jenis gelas ini dikenal dengan merek seperti Pyrex, Yena, Vycor, duran, Schott, Assistant dan sebagainya.

twitter : @analismuslim

Penetapan Kadar Amoniak


Nitrit (N) dapat ditemui hampir di setiap badan air dalam bermacam-macam bentuk, bentuk tersebut tergantung dari tingkat oksidasinya. Atom nitrogen membentuk suatu senyawa-senyawa tertentu misalnya dalam bentuk NH3 (amoniak), gas N (nitrogen netral), NO2(nitrit), NO3 (nitrat).
Amoniak (NH3) adalah suatu senyawa yang tidak stabil, cepat terurai dalam bentuk NH4. Perubahan NH3 menjadi NH4 tergantung pada pH (pH basa). Kedua unsur tersebut ada dalam air daN disebabkan dari adanya zat-zat organik dan hasil peruraian mikrobiologi.
Pemeriksaan amoniak harus segera dikerjakan tidak boleh ditunda kecuali bila telah ditambahkan pengawet atau disimpan di kulkas ( tidak disimpan pada suhu kamar karena mudah teroksidasi oleh sinar matahari dan pengocokan).
Amoniak dapa diperiksa dengan metode Nessler berdasarkan Kolorimetri dengan prinsip ”Reagen nessler merupakan garam komplek yang sangat sensitif, akan bereaksi dengan amoniak dalam suasana basa yang akan membentuk ikatan kompleks berupa koloid atau kekeruhan berwarna kuning sampai coklat, semakin banyak kadar amoniak semakin tua warna yang terbentuk. Warna yang terbentuk dibaca pada panjang gelombang 425 nm, absorben sampel dibandingkan dengan absorben standar“

twitter : @analismuslim

Wednesday, May 22, 2013

AGD pada Kucing

Kita tentu tidak asing lagi dengan pemeriksaan astrup/AGD/Analis Gas Darah. Namun apa jadinya ya jika pemeriksaan AGD dilakukan pada kucing. Bagaimana ya hasilnya? Berikut jurnalnya :
Gas darah adalah salah satu pemeriksaan vital. Pengukuran gas darah ini sangat pentingdilakukan untuk evaluasi pasien, karena pada kondisi-kondisi kritis selalu berkaitan dengan gangguan sistem respirasi dan keseimbangan asam-basa. Ada dua jenis gas darah yaitu gas darah arteri dan vena, namun keduanya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap tekanan oksigen.
Sherman et al (2006) melaporkan bahwa analisis gas darah vena lebih nyaman untuk pasien, murah, dengan risiko sangat kecil karena tidak menimbulkan nyeri. Selain itu, dengan darah vena selain dapat untuk mengukur gas darah juga dapat dilakukan pemeriksaan komponen darah lain, seperti pemeriksaan haemoglobin, kadar potasium, sodium, kalsium, gukosa, serta kadar laktat.
Wingfield et al., (1994), melaporkan hasil analisis gas darah menggunakan darah vena
dapat dikonversikan ke darah arteri pada anjing dengan rumus sebagai berikut:
1. Arterial pH = 0,039 + (0,961X Venous pH)
2. Arterial pCO2 = 7,735 + (0,572 X Venous pCO2)
3. Arterial HCO3 - = 0,538 + (0,845 X Venous HCO3)
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini digunakan darah vena untuk analisis gas darah, mengingat pembuluh darah pada kucing sangat kecil dan tipis sehingga bila menggunakan darah arteri akan sulit. Nilai normal gas darah arteri pada kucing menurut Battaglia (2001) adalah pH: 7,36-7,44, pCO2: 33-45 mmHg, HCO3: 17-22 mmol/L. Salah  satu obat anestetik yang sering digunakan pada kucing adalah ketamin. Dalam penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya yaitu mempunyai mula kerja (onset of action ) yang cepat dan efek analgesik yang kuat serta aplikasinya cukup mudah, yaitu dapat diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin juga mempunyai kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan kekejangan dan depresi ringan pada saluran respirasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi efek samping ketamin, penggunaannya sering dikombinasikan dengan obat premedikasi, seperti diazepam, midazolam, medetomidine, atau xylazin (Kilic et al., 2004).
Obat anestetik lain yang juga sering digunakan pada kucing adalah propofol. Obat ini masuk dalam golongan fenol. Dibandingkan dengan ketamin, waktu induksi dan masa pulih (recovery) lebih lembut pada propofol, selain itu redistribusi propofol ke jaringan juga lebih cepat dibanding ketamin. Namun, seperti halnya ketamin propofol juga mempunyai kekurangan, yaitu dapat menyebabkan depresi pernapasan dan penggunaannya pada kucing harus hati-hati karena akan menyebabkan penundaan masa pulih. Untuk metabolisme propofol dibutuhkan enzim glukoronidase dan pada kucing relatif sangat kecil kandungan glukuronil transferase hepatik sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk eliminasi obat dari tubuh sebagai akibatnya terjadi penundaan waktu masa pulih.


Pustaka : Yudaniayanti, I.S., Triakoso, N., dan Galijono D., Analisis Gas Darah pada Kucingyang Mengalami Laparohisterotomi dengan Anestesi Xylazin-Ketamin dan Xylazin-Propofol, Jurnal Veteriner Maret 2011, Vol. 12 No. 1: 13-18, Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, 2011

Bahaya Monosodium glutamat (MSG) terhadap hepar

Ilustrasi : mostlygrocery.com

Monosodium glutamat (MSG)  merupakan salah satu bahan aditif sintetis  yang banyak digunakan oleh manusia  sebagai penyedap rasa pada makanan. Penggunaan MSG terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Elpiana, 2011). Penggunaan MSG dalam jumlah  optimal dapat bermanfaat meningkatkan transmisi impuls syaraf untuk mendukung  fungsi koordinasi dan regulasi, namun penggunaan dalam jumlah yang berlebihan dapat berdampak pada efek sitotoksik dan mengakibatkan terjadinya stres oksidatif (Noor dan Mourad, 2010).
Salah satu organ yang diketahui  bersifat rentan terkena stres oksidatif akibat induksi MSG secara berlebihan adalahhepar (Pavlovic et al. 2007). 

Bukti penelitian melaporkan, pemberian MSG 400 mg/bb/hr pada tikus jantan memperlihatkan adanya perubahan histologi berupa nekrosis, hemoragi pada hepatosit, dan kongesti sinusoid yang ditandai peningkatan jumlah sel Kupffer pada hepar. Pengaruh MSG pada hepar juga  diteliti Bhattacharya et al. (2011) dengan menggunakan mencit yang diberi MSG dosis 2 mg/bb/hr selama 75 hari secara oral.

Hasil penelitian menemukan adanya perubahan histologi pada hepar, yang meliputi kerusakan inti hepatosit, inflamasi, dan peningkatan diameter hepatosit. Berbagai cara telah dilakukan dalam upaya menurunkan resiko penurunan fungsi organ tubuh yang disebabkan oleh radikal bebas akibat induksi MSG. Dimitrios (2006) menyatakan bahwa pemberian antioksidan dapat menurunkan produksi radikal bebas di dalam tubuh. Berbagai macam antioksidan meliputi, superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, vitamin A, D, E, dan C, namun penggunaan antioksidan tersebut masih terkendala oleh keterbatasan bahan dan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat.

Pustaka : Anindita, Reza and Soeprobowati, T.R. and Suprapti, N.H. (2012) POTENSI TEH HIJAU (Camelia sinensis L.) DALAM PERBAIKAN FUNGSI HEPAR PADA MENCIT YANG DIINDUKSI MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG). ANATOMI dan FISIOLOGI, XX (2). pp. 15-23. ISSN 0854-5367