Kita tentu tidak asing lagi dengan pemeriksaan astrup/AGD/Analis Gas Darah. Namun apa jadinya ya jika pemeriksaan AGD dilakukan pada kucing. Bagaimana ya hasilnya? Berikut jurnalnya : Gas darah adalah salah satu pemeriksaan vital. Pengukuran gas darah ini sangat pentingdilakukan untuk evaluasi pasien, karena pada kondisi-kondisi kritis selalu berkaitan dengan gangguan sistem respirasi dan keseimbangan asam-basa. Ada dua jenis gas darah yaitu gas darah arteri dan vena, namun keduanya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap tekanan oksigen.
Sherman et al (2006) melaporkan bahwa analisis gas darah vena lebih nyaman untuk pasien, murah, dengan risiko sangat kecil karena tidak menimbulkan nyeri. Selain itu, dengan darah vena selain dapat untuk mengukur gas darah juga dapat dilakukan pemeriksaan komponen darah lain, seperti pemeriksaan haemoglobin, kadar potasium, sodium, kalsium, gukosa, serta kadar laktat.
Wingfield et al., (1994), melaporkan hasil analisis gas darah menggunakan darah vena
dapat dikonversikan ke darah arteri pada anjing dengan rumus sebagai berikut:
1. Arterial pH = 0,039 + (0,961X Venous pH)
2. Arterial pCO2 = 7,735 + (0,572 X Venous pCO2)
3. Arterial HCO3 - = 0,538 + (0,845 X Venous HCO3)
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini digunakan darah vena untuk analisis gas darah, mengingat pembuluh darah pada kucing sangat kecil dan tipis sehingga bila menggunakan darah arteri akan sulit. Nilai normal gas darah arteri pada kucing menurut Battaglia (2001) adalah pH: 7,36-7,44, pCO2: 33-45 mmHg, HCO3: 17-22 mmol/L. Salah satu obat anestetik yang sering digunakan pada kucing adalah ketamin. Dalam penggunaannya ketamin mempunyai beberapa keuntungan, di antaranya yaitu mempunyai mula kerja (onset of action ) yang cepat dan efek analgesik yang kuat serta aplikasinya cukup mudah, yaitu dapat diinjeksikan secara intramuskular. Namun, ketamin juga mempunyai kerugian yaitu tidak terjadi relaksasi otot sehingga dapat menimbulkan kekejangan dan depresi ringan pada saluran respirasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi efek samping ketamin, penggunaannya sering dikombinasikan dengan obat premedikasi, seperti diazepam, midazolam, medetomidine, atau xylazin (Kilic et al., 2004).
Obat anestetik lain yang juga sering digunakan pada kucing adalah propofol. Obat ini masuk dalam golongan fenol. Dibandingkan dengan ketamin, waktu induksi dan masa pulih (recovery) lebih lembut pada propofol, selain itu redistribusi propofol ke jaringan juga lebih cepat dibanding ketamin. Namun, seperti halnya ketamin propofol juga mempunyai kekurangan, yaitu dapat menyebabkan depresi pernapasan dan penggunaannya pada kucing harus hati-hati karena akan menyebabkan penundaan masa pulih. Untuk metabolisme propofol dibutuhkan enzim glukoronidase dan pada kucing relatif sangat kecil kandungan glukuronil transferase hepatik sehingga dibutuhkan waktu lebih lama untuk eliminasi obat dari tubuh sebagai akibatnya terjadi penundaan waktu masa pulih.
Pustaka : Yudaniayanti, I.S., Triakoso, N., dan Galijono D., Analisis Gas Darah pada Kucingyang Mengalami Laparohisterotomi dengan Anestesi Xylazin-Ketamin dan Xylazin-Propofol, Jurnal Veteriner Maret 2011, Vol. 12 No. 1: 13-18, Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga, Surabaya, 2011